Setiap Sidang Majelis Umum PBB sejak 2011, Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, Antonio Guterres memohon kepada para pemimpin negara-negara untuk membantu mengatasi krisis pengungsi Suriah. Begitu pula aktris Hollywood Angelina Jolie, telah bertahun-tahun menggunakan pengaruh bintangnya guna mengetuk hati dunia agar membantu jutaan warga Suriah yang terkatung-katung nasibnya, terjepit di tengah baku-tembak antara pasukan Presiden Bashar Al-Assad dan pemberontak yang mendesaknya untuk lengser.
Jutaan warga Suriah telah mengungsi ke negara tetangga dan hidup dalam kemiskinan. Tetap saja tak banyak yang dilakukan dunia guna membantu mereka.
Tapi tiba-tiba di Sidang Majelis Umum PBB minggu ini, nasib pengungsi Suriah menjadi perhatian serius. Apa bedanya sidang tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya?
Menurut Antonio Guterres, ini disebabkan karena “para pengungsi kini meluap ke negara-negara kaya, memperluas krisis ini dari negara-negara kawasan seperti Lebanon, Turki, dan Yordania ke Eropa”.
Hari Rabu (30/9), di sela-sela Sidang Majelis Umum, SekJen PBB Ban Ki-moon memimpin pertemuan tingkat tinggi membahas krisis pengungsi dan migran terbesar sejak Perang Dunia II.
Ia memperingatkan, “Masa depan tidak dimiliki oleh mereka yang ingin membangun tembok pembatas atau mengeksploitasi ketakutan”.
Pemimpin PBB ini menyampaikan kepada sejumlah menteri dari puluhan negara, termasuk Indonesia yang diwakili Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, bahwa menurutnya solusi terbaik adalah agar pengungsi dapat kembali ke negara asal.
Namun, Ban Ki-moon menambahkan bahwa prioritas utama adalah menyelamatkan nyawa, memperlakukan pengungsi dengan rasa hormat dan memperbaiki kondisi kamp penampungan, serta memberikan pengungsi hak memohon suaka tanpa pemulangan paksa.
Sebagai salah satu negara yang juga harus menangani krisis pengungsi khususnya pengungsi Rohingya, Indonesia mengikuti forum ini sebagai panelis. Menlu Retno Marsudi menyatakan bahwa, “prinsip utama pembagian beban dan pembagian tanggung jawab harus ditegakkan dan digiatkan guna menangani masalah gerakan migran dan pengungsi”.
Menlu Retno juga menekankan pentingnya, “solusi menyeluruh dan tahan lama dengan menangani sumber penyebabnya, seperti konflik internal, kemiskinan dan kesenjangan pembangunan sosial-ekonomi sambil mencegah konflik dan memelihara stabilitas guna menghindari krisis kemanusiaan dan migrasi lebih lanjut”.
Bulan Mei 2015, Indonesia dan Malaysia sepakat memberikan bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi dan menampung mereka dengan syarat dunia internasional merepatriasi mereka dalam waktu setahun. Kini pemerintah RI tengah mempertimbangkan akan memperpanjang penampungan pengungsi lewat dari setahun.
Awal minggu ini 19 negara berjanji akan menyumbangkan $1,8 milyar bagi organisasi kemanusiaan PBB guna mengurangi penderitaan pengungsi dan migran di kamp penampungan di sekitar kawasan konflik di Timur Tengah.
Prakarsa yang dimotori oleh Jerman ini disambut baik oleh Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi Antonio Guterres yang menyatakan bahwa lembaga bantuan PBB “sudah bangkrut” kewalahan menanggung beban meluapnya pengungsi akibat konflik Timur Tengah.
Bantuan ini akan digunakan terutama untuk membantu pengungsi di Turki, Libanon dan Yordania. Donor termasuk Amerika Serikat dan anggota G7 lainnya, negara-negara Eropa dan negara Teluk yang kaya termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. [ps]