Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris menyatakan, kegiatan deradikalisasi kepada napi terorisme masih berjalan meski harus dilakukan dari jarak jauh. Program itu dilakukan lewat panggilan video (video call)
“Orang per orang, binaan-binaan, itu kita telepon. Dan ini tidak pernah kita membayangkan sebelumnya," ujarnya dalam diskusi virtual, Jumat (8/5) sore.
Kendala utama metode online ini, ujar Irfan, adalah sinyal. Karena itu, dia juga menyiapkan pembelian pulsa untuk mendukung program ini.
BACA JUGA: Menempatkan Perempuan di Tengah Isu Ekstremisme“Dalam rencana kegiatan misalnya di wilayah tertentu ada 50 mitra kita, ya mungkin hanya 30-40 yang bisa kita kontak. Karena mungkin sinyal atau bagaimana. Kendala mendasar hanya sinyal,” papar Irfan yang juga guru besar Universitas Islam Negeri Alaudin (UIN) Makassar ini.
Sementara itu dosen Kajian Terorisme Universitas Indonesia, Amanah Nurish, mengatakan, program deradikalisasi online tetap efektif bagi napi teroris (napiter).
“Karena peristiwa pandemi sekarang mau nggak mau kita harus ke arah situ. Cepat atau lambat kita memang harus mengadaptasi teknologi, termasuk untuk deradikalisasi,” paparnya dalam diskusi.
Namun dia mengingatkan, ketika banyak orang mengalihkan kegiatan ke sarana online, jagat maya masih dipenuhi seruan radikalisme dan hoaks. Karena itu dia meminta pemerintah memperketat pengawasan.
"Supaya pergerakan hoaks, ideologisasi, kelompok-kelompok mereka yang masih merekrut mantan temannya, ini kan bukan hal yang sulit untuk dikendalikan,” ujar doktor bidang antropologi agama ini.
Usaha Rumahan Napiter Terdampak Covid-19
Program deradikalisasi dilakukan kepada napiter selama menjalani masa tahanan.
Ketika keluar lapas, mantan napiter akan didukung dengan sejumlah program pemberdayaan, supaya mereka terintegrasi ke masyarakat dan lepas dari jaringan teroris.
Dengan dukungan modal pemerintah, banyak yang memulai usaha rumahan. Sayangnya pandemi Covid-19 bisa berdampak keras bagi usaha mereka.
Karena itu, Staf Ahli Dewan Pertimbangan Presiden Sri Yunanto mengusulkan pemerintah memastikan pemberian bantuan kepada mantan napiter. Ini jadi penting mengingat kebanyakan mereka bekerja di sektor informal.
“Apakah ada keluarga dari ikhwan itu yang pantas dapat Program Keluarga Harapan (PKH), mereka dapet ngga?" ujarnya.
Distribusi bantuan ini, ujar Yunanto lagi, sangat penting untuk mengubah persepsi mereka akan pemerintah Indonesia
Your browser doesn’t support HTML5
“Karena harus mengubah, di hadapan mereka itu pemerintah harus dianggap sebagai good institution, jangan lagi thaghut. Kalau bansos masuk, PKH masuk, pra-kerja masuk, kan 'oh baik juga masyarakat memperhatikan kita, ada justice buat kita’,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Irfan Idris menyatakan mantan napiter memang jadi salah satu penerima program-program bantuan pemerintah, bahkan sebelum Covid-19. Meski berbagai program dijalankan oleh 38 kementerian/lembaga, Irfan mengakui, penyalurannya masih belum sempurna.
“Hanya saja belum maksimal karena setiap saat ada yang keluar (lapas), hampir setiap hari. Dalam bulan 4-5 ini ada hampir 20 terpidana teroris, dan separuh di situ tidak kooperatif,” paparnya seraya mengeluhkan masa tahanan 5 tahun yang terlalu singkat.
Di samping itu, pihaknya juga harus memperketat anggaran, di tengah relokasi dana besar-besaran untuk menanggulangi Covid-19.
“Harus kita ubah melihat dan menyesuaikan kondisi, wilayah, dan keadaan, tantangan, zona merah atau tidak,” terangnya lagi.
BACA JUGA: Pengamat Nilai Rencana Pemulangan Anak Mantan ISIS Langkah TepatIPAC Ingatkan Kemungkinan Amaliyah
Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) April lalu memperingatkan pandemi Covid-19 membuat ISIS menyerukan pengikutnya memanfaatkan situasi dan melancarkan amaliyah. Namun begitu, laporan IPAC juga menyebut sebagian pengikut ISIS berdiam diri di rumah dan mengurangi aktivitas selama Pandemi.
Sementara itu, Mujahid Indonesia Timur (MIT) nampak memanfaatkan momen dengan menyerang anggota polisi akhir Maret lalu. IPAC memperingatkan bahwa MIT telah lebih aktif merekrut, dan bahwa situasi krisis seperti bencana menjadi strategi untuk melakukan perekrutan. [rt/em]