Cuaca ekstrem saat ini membuat sedikitnya 28 nelayan hilang dan 21.000 lainnya di 10 kabupaten/kota di Indonesia tidak dapat melaut.
JAKARTA —
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyatakan cuaca ekstrem yang terjadi saat ini membuat kondisi nelayan di Indonesia memprihatinkan, sehingga pemerintah harus segera memberi bantuan kebutuhan pokok kepada mereka.
Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan cuaca ekstrem di Indonesia akan berlangsung hingga Februari 2013. Hujan deras disertai angin kencang, dan gelombang tinggi masih akan tetap terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim, Selasa (22/1) menyatakan sedikitnya 28 nelayan hilang di laut dan sekitar 21.000 nelayan tidak bisa melaut di 10 kabupaten/kota di Indonesia.
Kondisi ini, lanjut Abdul, memberi dampak terhadap aktivitas sosial ekonomi nelayan tradisional. Untuk itu, ia mendesak pemerintah untuk segera memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan pokok seperti beras dan bahan pangan lainnya, air bersih, sanitasi, dan obat-obatan kepada para nelayan tradisional dan masyarakat pesisir yang juga menjadi kelompok yang paling rentan.
Hingga saat ini, menurut Abdul, para nelayan belum menerima bantuan dari pemerintah sehingga kondisi para nelayan dan masyarakat pesisir sangat memprihatinkan akibat cuaca ekstrem ini.
“Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Komisi IV juga Badan Nasional Penanggulangan Bencana..harapan kami instansi-instansi ini berkoordinasi kemudian memaksimalkan cadangan-cadangan beras yang ada dan juga bantuan-bantuan yang bisa disalurkan kepada nelayan dan masyarakat pesisir,” ujar Abdul.
“Bahkan dari laporan yang diterima oleh KIARA, hutang mereka semakin menumpuk karena satu sisi tidak bisa melaut, di sisi lain harta benda yang tersisa terbawa oleh banjir akibat derasnya air hujan.”
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menyatakan pihaknya telah membuat surat edaran kepada seluruh pemerintah daerah di kawasan pesisir untuk menyalurkan cadangan beras bagi keluarga nelayan yang saat ini berhenti melaut akibat tingginya gelombang.
Menurut Agung, setiap keluarga nelayan idealnya memperoleh bantuan beras sebanyak 28 kilogram, yang sifatnya sementara untuk menyambung hidup keluarga.
“Pemerintah daerah setempat dapat menggunakan cadangan beras pemerintah yang tersimpan di gudang Bulog/Dolog setempat sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi stoknya aman, ada 200 ton per kabupaten, di provinsi ada 200 ton lagi,” ujar Agung.
Abdul dari KIARA juga menyatakan pemerintah seharusnya memiliki skema alternatif pekerjaan bagi nelayan yang berhenti melaut seperti budidaya perikanan.
“Penting bagi pemerintah untuk memberikan keterampilan pekerjaan baru, alternatif-alternatif mata pencaharian sehingga ketika musin cuaca ekstrem ini datang, mereka bisa mengantisipasi. Lainnya yang masih berkaitan dengan penyusunan strategi adaptasi jangka panjang adalah pemberian asuransi baik jiwa maupun kesehatan bagi nelayan maupun keluarganya,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Heryanto Marwoto berjanji akan berkoordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk menjajaki program padat karya bagi nelayan sebagai instrumen pengalihan kerja bagi nelayan di saat paceklik melaut.
Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan cuaca ekstrem di Indonesia akan berlangsung hingga Februari 2013. Hujan deras disertai angin kencang, dan gelombang tinggi masih akan tetap terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim, Selasa (22/1) menyatakan sedikitnya 28 nelayan hilang di laut dan sekitar 21.000 nelayan tidak bisa melaut di 10 kabupaten/kota di Indonesia.
Kondisi ini, lanjut Abdul, memberi dampak terhadap aktivitas sosial ekonomi nelayan tradisional. Untuk itu, ia mendesak pemerintah untuk segera memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan pokok seperti beras dan bahan pangan lainnya, air bersih, sanitasi, dan obat-obatan kepada para nelayan tradisional dan masyarakat pesisir yang juga menjadi kelompok yang paling rentan.
Hingga saat ini, menurut Abdul, para nelayan belum menerima bantuan dari pemerintah sehingga kondisi para nelayan dan masyarakat pesisir sangat memprihatinkan akibat cuaca ekstrem ini.
“Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Komisi IV juga Badan Nasional Penanggulangan Bencana..harapan kami instansi-instansi ini berkoordinasi kemudian memaksimalkan cadangan-cadangan beras yang ada dan juga bantuan-bantuan yang bisa disalurkan kepada nelayan dan masyarakat pesisir,” ujar Abdul.
“Bahkan dari laporan yang diterima oleh KIARA, hutang mereka semakin menumpuk karena satu sisi tidak bisa melaut, di sisi lain harta benda yang tersisa terbawa oleh banjir akibat derasnya air hujan.”
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menyatakan pihaknya telah membuat surat edaran kepada seluruh pemerintah daerah di kawasan pesisir untuk menyalurkan cadangan beras bagi keluarga nelayan yang saat ini berhenti melaut akibat tingginya gelombang.
Menurut Agung, setiap keluarga nelayan idealnya memperoleh bantuan beras sebanyak 28 kilogram, yang sifatnya sementara untuk menyambung hidup keluarga.
“Pemerintah daerah setempat dapat menggunakan cadangan beras pemerintah yang tersimpan di gudang Bulog/Dolog setempat sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi stoknya aman, ada 200 ton per kabupaten, di provinsi ada 200 ton lagi,” ujar Agung.
Abdul dari KIARA juga menyatakan pemerintah seharusnya memiliki skema alternatif pekerjaan bagi nelayan yang berhenti melaut seperti budidaya perikanan.
“Penting bagi pemerintah untuk memberikan keterampilan pekerjaan baru, alternatif-alternatif mata pencaharian sehingga ketika musin cuaca ekstrem ini datang, mereka bisa mengantisipasi. Lainnya yang masih berkaitan dengan penyusunan strategi adaptasi jangka panjang adalah pemberian asuransi baik jiwa maupun kesehatan bagi nelayan maupun keluarganya,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Heryanto Marwoto berjanji akan berkoordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk menjajaki program padat karya bagi nelayan sebagai instrumen pengalihan kerja bagi nelayan di saat paceklik melaut.