Aktivis Anti Korupsi Minta DPR Tak Halangi Kerja PPATK

  • Wella Sherlita

Sejumlah Aktivis LSM menduga ada pihak-pihak yang sengaja ingin melemahkan fungsi dan tugas-tugas PPATK, meskipun hal ini dibantah oleh DPR.

Sejumlah LSM antikorupsi meminta DPR tidak menghalangi kerja Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), untuk mengungkap pencucian uang dari kejahatan korupsi.

DPR dan pemerintah saat ini sedang membahas RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, para aktivis antikorupsi menilai RUU itu tidak akan maksimal jika sejumlah pasal-pasal penting ditolak DPR. Pasal-pasal tersebut adalah yang memberikan Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kewenangan untuk melakukan penyelidikan, pemblokiran, penyadapan, dan penyidikan.

Jika pasal-pasal ini dihapus, maka PPATK hanya akan menjadi lembaga analisis belaka, bukan bagian dari unit intelejen yang dapat mendukung kerja Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Demikian yang disampaikan Wakil Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Rezki Wibowo, kepada pers di Jakarta, hari Selasa.

“Kelihatannya kami harus dukung bersama perluasan kewenangan PPATK untuk secara luas melakukan penegakan hukum, kemudian tracing atau penyusuran jejak, freezing atau pembekuan dana, dan repatriation atau penarikan (kembali) uangnya. Kalau PPATK tempat lain (di negara lain) bisa melakukan hal ini. Sekarang PPATK hanya bisa melakukan analisis,” jelas Rezki.

Sementara itu, anggota Pansus RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Azis Syamsuddin dari Partai Golkar, mengatakan DPR dan pemerintah tidak mungkin meloloskan produk UU, yang akan menimbulkan tanggungjawab yang bertabrakan antar instansi penegak hukum.

“Dia (PPATK) memberikan laporan itu kepada Kepolisian dan dan Kejaksaan Agung, itu yang harus ditindaklanjuti. Bukan dalam arti kata membuat over-capacity dengan melanggar suatu ketentuan UU. Kalau dalam hal penyelidikan dan penyidikan itu jelas (diatur) dalam UU Kejaksaan No. 16 Tahun 2004 dan UU kepolisian No. 2 Tahun 2002,” kata Aziz.

Ketua Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dr. Yunus Husein.

Azis, yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR untuk bidang Hukum, bahkan berani menjamin, PPATK tetap menjadi lembaga independen, meskipun Ketua PPATK, Yunus Husein, adalah anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, yang dibentuk Presiden Yudhoyono.

Dari temuan PPATK, lebih dari 40 persen kejahatan pencucian uang merupakan kejahatan korupsi yang kompleks. Namun, yang ditindaklanjuti polisi dan Kejaksaan Agung hanya sekitar 8 persen saja.

“Dari 2.442 transaksi keuangan (yang mencurigakan), 1030 diantaranya adalah dari hasil korupsi, dan 92 persen hasil analisis PPATK tidak ada yang ditindaklanjuti oleh Kepolisian,” ungkap Rezki.

Satu hal yang patut dicermati dan mendapat kawalan tim independen adalah kasus-kasus korupsi yang terjadi dalam tubuh Polri dan Kejaksaan Agung yang sudah terkuak, seperti kasus rekening liar milik para perwira Polri, yang mencapai trilyunan rupiah. Tanpa kawalan tim independen, kasus-kasus itu bisa jadi tidak ditindak lanjuti secara tuntas. Apalagi, jika PPATK ditempatkan di bawah pengawasan pemerintah.

Para aktivis antikorupsi dari TII, ICW, dan Masyarakat Transparansi Indonesia, meminta Presiden Yudhoyono untuk terus melakukan reformasi sistem penegakan hukum.