Di tengah meningkatnya tekanan dari kelompok-kelompok hak asasi manusia, komisaris tinggi PBB untuk HAM, Michelle Bachelet, akan menyampaikan perkembangan terbaru upayanya menilai situasi di Xinjiang pada sidang ke-49 Dewan HAM 7 Maret mendatang, kata juru bicaranya kepada VOA.
Dalam beberapa pekan terakhir, aktivis HAM dan politisi AS terus menekan Bachelet untuk menerbitkan laporan hak asasi manusia di Xinjiang, daerah di barat laut China, tempat tinggal komunitas minoritas Muslim Uighur.
Banyak negara, terutama negara-negara Barat termasuk AS, serta berbagai organisasi HAM menuduh China melakukan pelanggaran HAM, di antaranya dengan melakukan sterilisasi paksa terhadap perempuan Uighur, penyiksaan, kerja paksa dan penahanan lebih dari satu juta warga Uighur dan kelompok Turki lainnya di kamp-kamp pengasingan di Xinjiang. Pemerintah AS telah menggambarkan pelanggaran HAM itu sebagai tindakan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dorongan agar diterbitkannya laporan itu muncul setelah selama bertahun-tahun Badan HAM PBB gagal merundingkan persyaratan kunjungan ke Xinjiang untuk menilai kondisi HAM di wilayah tersebut.
Dalam pidatonya lewat video pada pertemuan Dewan HAM PBB ke-49 di Jenewa hari Senin (28/2), Menlu China Wang Yi mengatakan, “Pintu Xinjiang terbuka dan kami menyambut semua orang dari semua negara untuk mengunjungi Xinjiang dan berinteraksi di sana.”
Ia lantas membantah berbagai tuduhan penyiksaan dan mengatakan, “Apa yang disebut genosida, kerja paksa dan represi agama itu merupakan kebohongan yang sepenuhnya dibuat-buat.”
BACA JUGA: Menlu China: Kepala HAM PBB Boleh Kunjungi XinjiangChina mengatakan fasilitas-fasilitas di Xinjiang itu hanyalah pusat-pusat pelatihan kerja. Ia juga mengatakan bahwa kebijakan Beijing di Xinjiang bertujuan untuk memerangi ekstremisme, terorisme dan separatisme.
Sementara diskusi antara kantor Bachelet dan Beijing berlangsung, “parameter kunjungan harus sedemikian rupa sehingga Komisaris Tinggi memiliki akses yang bermakna dan tak terkekang, termasuk wawancara tanpa pengawasan dengan masyarakat sipil,” kata juru bicara komisaris tinggi, Loz Throssell, kepada VOA melalui surel. [rd/lt]