Delapan belas organisasi pemuda merespons serius rencana pembatalan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) 2025 oleh pemerintah. Mereka mengaku gerah dan prihatin dengan wacana tersebut, kemudian mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan kementerian terkait. Prinsipnya, mereka menuntut rencana kenaikan cukai rokok dan rokok elektronik tetap dilaksanakan tahun depan.
Organisasi pemuda ini menilai, kenaikan cukai dipandang sebagai benteng terakhir melawan meningkatnya prevalensi perokok muda yang bisa berujung pada krisis kesehatan generasi.
Salah satu organisasi pemuda yang terlibat dalam desakan ke pemerintah ini adalah Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC). Melalui ketua umumnya, Manik Marganamahendera, IYCTC mewakili organisasi pemuda lainnya menyampaikan bahwa dengan pembatalkan kenaikan cukai, pemerintah secara tidak langsung memperpanjang siklus kecanduan bagi jutaan orang muda di Indonesia.
“Padahal, cukai yang lebih tinggi bisa menjadi alat yang efektif untuk mencegah anak muda terjebak dalam siklus kecanduan dan penyakit yang disebabkan oleh rokok,” kata Manik.
Data dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2021 mengungkapkan bahwa 19,2 persen pelajar Indonesia berusia 13-15 tahun adalah perokok aktif. Sementara itu, penggunaan rokok elektronik di kalangan remaja melonjak 10 kali lipat dalam satu dekade terakhir.
Tanpa kenaikan cukai, harga produk tembakau ini tetap terjangkau oleh kalangan muda, memperburuk risiko kecanduan di masa depan.
“Industri rokok terus mencari celah untuk menargetkan anak muda dengan promosi yang agresif dan harga yang terjangkau. Ini harus dihentikan,” tambah Manik.
BACA JUGA: Hari Tanpa Tembakau Sedunia Serukan Perlindungan Anak dari Pemasaran RokokMenurut data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Indonesia menanggung kerugian kesehatan besar akibat penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh konsumsi rokok.
Penyakit-penyakit ini tidak hanya mempengaruhi generasi saat ini, tetapi akan terus memberatkan generasi mendatang. “Setiap hari, anak muda Indonesia semakin dekat dengan risiko penyakit serius seperti kanker paru, gangguan pernapasan kronis, dan penyakit jantung. Sudah seharusnya kami melindungi generasi kami, bukan membiarkan mereka dirusak oleh kecanduan,” lanjutnya.
Dari segi ekonomi, konsumsi rokok di kalangan anak muda berdampak pada kesejahteraan keluarga prasejahtera.
“Keluarga dengan pendapatan rendah menghabiskan 12 persen dari penghasilannya untuk membeli rokok. Uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan mendasar seperti pendidikan dan makanan bergizi, jadi beralih ke produk non esensial,” jelas Ni Made Shellasih, Program Manager IYCTC.
Pihaknya menilai, dengan tetap rendahnya cukai, pemerintah justru membiarkan keluarga-keluarga ini terperangkap dalam lingkaran kemiskinan yang sulit diputus.
Lebih jauh lagi, biaya kesehatan yang terkait dengan merokok membebani sistem jaminan kesehatan Indonesia. Pada 2019, pengeluaran kesehatan akibat konsumsi tembakau mencapai Rp27,7 Triliun, dengan BPJS harus menanggung Rp 15,6 Triliun dari biaya tersebut.
Kenaikan cukai tidak hanya akan menekan konsumsi, tetapi juga berkontribusi besar pada penerimaan negara yang dapat dialokasikan untuk program kesehatan yang lebih mendesak dan preventif.
Secara makro, kerugian ekonomi akibat rokok di Indonesia telah mencapai hampir Rp600 Triliun, yang mencerminkan betapa besar dampak negatifnya terhadap perekonomian nasional.
“Setiap rupiah yang dikeluarkan untuk rokok adalah kerugian bagi produktivitas generasi muda dan pertumbuhan ekonomi nasional,” lanjut Shellasih.
Kenaikan harga akibat cukai yang lebih tinggi akan menjadi cara paling efektif untuk mengurangi konsumsi dan meningkatkan kesehatan masyarakat, termasuk generasi muda.
Organisasi-organisasi pemuda ini menyerukan agar pemerintah mengambil tindakan tegas untuk menaikkan cukai hasil tembakau demi menyelamatkan generasi mendatang.
“Kami tidak bisa membiarkan generasi kami terjebak dalam siklus kecanduan yang menghancurkan produktivitas dan kualitas hidup. Sudah saatnya kita berani mengambil langkah untuk melindungi kesehatan dan masa depan bangsa,” jelas Manik.
BACA JUGA: WHO: Penggunaan Alkohol dan Rokok Elektrik di Kalangan Remaja MengkhawatirkanRencana pemerintah menunda kenaikan CHT, disampaikan Askolani, Dirjen Bea dan Cukai, dalam konferensi pers APBN Kita, pekan lalu di Jakarta.
“Mengenai kebijakan CHT 2025, sampai dengan penutupan pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN 2025, yang minggu lalu sudah ditetapkan oleh DPR, posisi pemerintah untuk kebijakan CHT penyesuaian CHT 2025 belum akan dilaksanakan,” ujar dia.
Askolani mengatakan, pemerintah akan melihat alternatif kebijakan lainnya, yaitu melakukan penyesuaian harga jual di level industri.
“Tentunya nanti akan di-review dalam berapa bulan ke depan, untuk bisa dipastikan mengenai kebijakan yang akan ditetapkan oleh pemerintah,” tambah dia.
Askolani juga menambahkan, langkah terkait CHT 2025 ini mempertimbangkan kebijakan down trading, yaitu perbedaan harga antara rokok golongan 1, 2 dan 3 yang relatif tinggi.
“Dan tentunya evaluasi dari berapa tahun ini, kebijakan CHT menjadi salah satu basis yang kemudian, arah kebijakan CHT di 2025 akan di-review kembali oleh pemerintah untuk penetapannya,” imbuh dia. [ns/uh]