Seorang aktivis Rohingya yang pernah dipenjara mengatakan, Rabu (17/7), larangan berkunjung oleh pemerintah AS terhadap beberapa Jenderal tinggi Myanmar adalah langkah pertama yang disambut baik, tetapi dia mendesak tindakan yang lebih banyak untuk mendukung kelompok minoritas yang telah lama menjadi sasaran (penindasan).
Sebelumnya Selasa (16/7), Departemen Luar Negeri AS mengatakan, panglima militer Min Aung Hlaing bersama tiga perwira tinggi lainnya dan keluarga mereka tidak diizinkan mengunjungi Amerika, karena peran mereka dalam "pembersihan etnis" terhadap warga Rohingya yang sebagian besar Muslim.
Aktivis perdamaian Wai Wai Nu yang ikut serta dalam pertemuan tingkat tinggi Departemen Luar Negeri AS mengenai kebebasan beragama, mengatakan, adalah penting untuk menghapuskan "kekebalan (hukum) yang telah dinikmati selama puluhan tahun” oleh militer di Myanmar, yang dulu dikenal sebagai Burma.
Wai Wai Nu membentuk dua kelompok yang mempromosikan kerukunan antaretnis dan hak-hak perempuan. Bersama dengan para penyintas lainnya dan saksi-saksi pelanggaran HAM di Myanmar, mereka mengikuti konferensi kebebasan beragama di Washington, dan bertemu dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih pada Rabu.
Wai Wai Nu, yang ayahnya juga seorang aktivis, ditangkap bersama keluarganya pada 2005, ketika dia masih menjadi mahasiswa jurusan hukum. Keluarga itu dibebaskan pada 2012 di tengah selesainya gejolak politik di Myanmar, ketika junta militer berdamai dengan Barat dan akhirnya mengizinkan pemimpin sipil terpilih. [ps/pp]