Para aktivis mengecam penyelidikan Departemen Luar Negeri AS yang ditunggu-tunggu mengenai kampanye militer Myanmar terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya dan mengatakan Amerika harus mengambil sikap yang lebih tegas terhadap apa yang mereka pandang sebagai "genosida".
Laporan Departemen Luar Negeri, yang dikeluarkan Senin (24/9) malam, menyalahkan militer Myanmar untuk kampanye kekerasan "ekstrem, berskala besar, meluas" terhadap kelompok etnis minoritas Rohingya selama dua tahun terakhir.
Laporan itu, didasarkan pada wawancara dengan lebih dari 1.000 pengungsi Rohingya di negara tetangganya Bangladesh, mendokumentasikan penjabaran mengenai penyiksaan, perkosaan dan pembunuhan massal di negara bagian Rakhine di Myanmar utara.
BACA JUGA: AS: Militer Myanmar Lakukan 'Kekerasan Ekstrem' Terhadap RohingyaDalam beberapa kasus, tentara Myanmar melempar bayi dan anak-anak kecil ke dalam api dan membakar gubuk, kata para saksi kepada para penyelidik Departemen Luar Negeri. Yang lain mengatakan mereka melihat tentara merobek janin keluar dari perut ibu hamil.
Departemen Luar Negeri mengakui kampanye itu "direncanakan dan dikoordinasikan dengan baik." Tetapi laporan itu jelas tidak menetapkan ada kekerasan yang bisa mengarah pada genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan, dan itu tidak merekomendasikan tindakan khusus.
BACA JUGA: Parlemen Kanada Nyatakan Kekejaman Terhadap Rohignya Sebagai Genosida"Ini sangat mengecewakan bagi kita yang tidak memiliki negara lain untuk mengadu selain pada Amerika untuk melakukan sesuatu yang manusiawi dan welas asih dan berprinsip," kata Maung Zarni, seorang akademisi Inggris keturunan Burma dan penulis buku "The Slow-Burning Genocide of Myanmar's Rohingya."
"Ini tidak seperti Rwanda atau tempat-tempat lain di mana orang-orang menyadari setelah kejadian bahwa genosida terjadi. Ini masih berlangsung," kata Zarni. [my]