Amankan Sidang Vonis Ahok, Polisi Siagakan 14 Ribu Personil

  • Fathiyah Wardah

Las cajeras de los supermercados ahora portan guantes protectores, mascarillas y hay una ventana de acrílico para proteger, tanto al cliente como a la cajera, de posibles contagios causados por estornudos o tos. [Foto: Mitzi Macías]

Sidang putusan kasus dugaan penistaan agama terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, bertempat di Aula Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, siap dimulai Selasa pagi (9/5).

Guna mengantisipasi keamanan di dan sekitar lokasi itu, Polri dan TNI mengerahkan sedikitnya 14 ribu personil keamanan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Hubungan Kemasyarakatan Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya Kombes Pol Raden Argo Yuwono ketika ditemui VOA di lokasi.

“Kami terjunkan 14 ribu personil. Ini adalah pengamanan terbesar dan terakhir. Kami mengharapkan semua anggota memahami apa yang akan dilakukan di setiap event, di setiap lokasi.”

Pantauan VOA di sekitar kantor Kementerian Pertanian dua jam sebelum sidang dimulai menunjukkan beberapa ruas jalan utama sudah ditutup, termasuk Jalan RM. Harsono yang menuju ke Kebun Binatang Ragunan. Polisi juga memasang kawat berduri untuk memisahkan dua kelompok pengunjukrasa pro dan anti-Ahok yang diperkirakan akan datang.

“Pengamanan akan dilakukan hingga massa meninggalkan lokasi di sekitar Kementerian Pertanian,” ujar Argo Yuwono.

JPU Tuntut Ahok Hukuman Percobaan 2 Tahun Penjara

Tim jaksa penuntut umum sebelumnya telah menuntut hukuman percobaan dua tahun penjara dengan masa hukuman penjara satu tahun, yang menurut KUHP jika selama dua tahun masa percobaan Ahok melakukan tindak pidana, maka akan dipenjara selama satu tahun; tetapi jika tidak maka ia tidak perlu meringkuk di penjara.

Dalam tuntutan yang disampaikan 20 April lalu, JPU juga mengenakan dakwaan alternatif yaitu pasal 156a KUHP dengan ancaman lima tahun penjara dan pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara. JPU menegaskan bahwa Ahok tidak terbukti melanggar pasal 156a atau berarti tidak melakukan penodaan agama.

Pidato di Kepulauan Seribu, Awal Kasus Dugaan Penodaan Agama

Perkara dugaan penodaan agama ini berawal ketika Ahok menyampaikan pidato di hadapan sejumlah nelayan di Kepulauan Seribu pada 27 September lalu. Ia dituding menista agama Islam setelah menyitir ayat 51 surat Al Maidah.

“Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak pilih saya karena dibohongi (orang) pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa nggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, oh nggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu,” ujar Ahok.

Ditambahkannya, "Program ini (pemberian modal bagi budi daya kerapu) jalan saja. Jadi Bapak Ibu nggak usah merasa nggak enak karena nuraninya nggak bisa pilih Ahok.” Tidak ada warga yang memprotes pernyataan ini.

Protes baru datang disampaikan Front Pembela Islam FPI dan Majelis Ulama Indonesia MUI pada pertengahan Oktober, setelah Buni Yani mengunggah video rekaman pidato itu di akun Facebooknya dengan judul “Penistaan Terhadap Agama?” disertai transkripsi pidato itu, tetapi tanpa kata “pakai.”

Buni Yani menulis: “Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak pilih saya karena dibohongi Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu,” dan selanjutnya.

Mengikuti jejak FPI dan MUI itu, beberapa organisasi massa lain juga melaporkan Ahok pada polisi. Permohonan maaf terbuka pada publik dan penjelasan Ahok pada polisi tak lama setelah isu ini mencuat, tetap tidak menyurutkan langkah mengajukan sosok yang ketika itu sedang bertarung dalam pilkada DKI Jakarta ke pengadilan. Demonstrasi besar pun merebak di Jakarta pada bulan November, Desember dan April lalu, menuntut agar Ahok dipenjara. [fw/em]