Dalam jumpa pers di kantornya, Senin (15/4), peneliti senior Amnesty International Indonesia Papang Hidayat menjelaskan kesembilan agenda HAM tersebut disusun berdasarkan hasil dari sejumlah penelitian lapangan yang telah dilakukan.
Dia menambahkan sembilan isu HAM ini sebenarnya sudah menjadi penelitian Amnesty International sejak 1964, ketika terjadi penangkapan terhadap wartawan Mochtar Lubis.
Menurut Papang, kesembilan agenda HAM itu adalah (1) menjunjung tinggi hak atas kebebasan berekspresi dan melindungi para pembela HAM, (2) menghormati dan melindungi hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, beragama, dan berkepercayaan, (3) memastikan akuntabilitas atas pelanggaran HAM oleh aparat keamanan, (4) menetapkan pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM berat masa lalu, (5) menjunjung tinggi hak-hak perempuan dan anak, (6) menghormati HAM di Papua, (7), memastikan akuntabilitas untuk pelanggaran HAM di sektor bisnis kelapa sawit, (8) menghapus hukuman mati untuk semua kejahatan, dan (9) mengakhiri pelecehan, intimidasi, serangan, dan diskriminasi terhadap kaum LGBT.
"Ada beberapa isu yang kami angkat yang menurut kami sangat kontekstual saat ini adalah pertama, masih digunakannya pidana pencemaran nama baik, khususnya yang lagi marak ada dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kedua, limitasi dan ancaman pidana baik bagi individu maupun organisasi yang dikategorikan melawan ideologi atau simbol negara," kata Papang.
Isu ketiga, lanjutnya, adalah penistaan agama. Kemudian pidana makar untuk kegiatan politik damai dan hal ini terus terjadi di Papua, sebagian kasus di Maluku, dan Jakarta. Isu terakhir adalah serangan terhadap aktivis HAM di sektor lingkungan, seperti di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Lebih lanjut Papang mengungkapkan Amnesty International dalam beberapa tahun terakhir telah mendokumentasikan beberapa kasus intimidasi, serangan, dan kriminalisasi yang tidak adil terhadap para pembela HAM, termasuk penyiraman air keras ke wajah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Amnesty International mencatat agama minoritas di Indonesia terus mengalami diskriminasi sistemik yang didasarkan pada undang-undang dan peraturan yang ada. Kelompok-kelompok minoritas agama di Indonesia, termasuk Syiah, Ahmadiyah, Kristen, dan lainnya sering menghadapi pelecehan, intimidasi, dan serangan.
BACA JUGA: Eksekusi Hukuman Mati di Dunia Turun 31 PersenAmnesty International Indonesia juga terus menerima laporan tentang pelanggaran HAM serius oleh polisi dan militer, termasuk pembunuhan di luar hukum, pengggunaan kekuatan tidak perlu atau berlebihan, serta penyiksaan, perlakuan atau hukuman kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat selama penangkapan, interogasi, dan penahanan.
Menanggapi sembilan agenda HAM versi Amnesty International Indonesia tersebut, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menilai isu HAM tidak menjadi isu utama di kubu dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Karena itu, Taufan Damanik berpesan kepada siapa saja menjadi pemenang atau oposisi setelah pemilihan umum untuk mengedepankan perspektif HAM dalam menyusun beragam undang-undang atau kebijakan.
Dia menambahkan Komnas HAM menganggap penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu merupakan agenda paling penting.
"Dalam pandangan Komnas HAM, soal penyelesaian (kasus-kasus pelanggaran) HAM berat masa lalu itu menjadi hal yang paling krusial. Kenapa? Bukan hanya soal impunitas tapi ini juga bagian daripada meyakinkan publik kita di Indonesia bahwa memang keadilan bisa ditegakkan," ujar Taufan Damanik.
Menurutnya, setiap kali Komnas HAM melakukan kunjungan ke lapangan, seperti Aceh, Papua, Jawa Timur, selalu ditanya oleh pihak korban maupun keluarga korban mengenai proses penyelesaian pelanggaran HAm berat masa lalu tersebut.
Your browser doesn’t support HTML5
Maman Imanulhaq, Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, menegaskan sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo memiliki prinsip bahwa bernegara itu berkonstitusi. Di dalam konstitusi tersebut terdapat dua agenda penting, yaitu penegakan HAM dan menciptakan kesejahteraan kepada seluruh warga negara Indonesia.
Kalaupun saat ini lebih mengedepankan kesejahteraan dengan mengutamakan pembangunan infrastruktur, menurutnya, bukan berarti pemerintahan Jokowi mengabaikan HAM.
"Karena bagi kami, perspektif HAM tidak hanya pemenuhan hak sipil dan politik tetapi pemenuhan juga (hak-hak) ekonomi sosial, budaya, termasuk hak penikmatan dari warga negara untuk infrastruktur dan menyeluruh," tutur Maman.
BACA JUGA: Amnesty International Desak Pembentukan Komisi Kebenaran di PapuaMaman menekankan kalau terpilih lagi, pemerintahan Jokowi akan lebih memperkuat secara sistematis perlindungan dan penegakan HAM bagi seluruh warga negara Indonesia.
Ferry Mursyidan Baldan, Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menjelaskan komitmen perlindungan penegakkan HAM di Indonesia adalah komitmen nasional bukan sekadar komitmen dari dua kubu yang bersaing dalam pemilihan umum yang akan digelar bulan ini.
Ferry mengakui masalah HAM selalu menjadi isu seksi tiap kali ada pemilihan umum karena cara pandang bangsa dan negara terhadap HAM belum selesai. Dia mencontohkan penembakan terduga teroris tanpa pernah melewati proses peradilan bisa dikatakan sebagai pelanggaran HAM. [fw/em]