Bukan pertama kalinya calon dari Partai Hijau Jill Stein mencalonkan diri sebagai presiden AS. Pada tahun 2016, Stein mendapat lebih dari 1% suara.
Banyak anggota Partai Demokrat percaya bahwa pemungutan suara itu membuat Hillary Clinton kehilangan suara untuk kursi kepresidenan. Misalnya di Michigan, Donald Trump mengalahkan Hillary Clinton dengan selisih kurang dari 11.000 suara, sementara Stein memperoleh lebih dari 51.000 suara.
Beberapa pakar mengatakan, tidak jelas apakah seluruh suara untuk Stein akan jatuh ke tangan Clinton.
Analis pemilu di Pusat Politik Universitas Virginia, Kyle Kondik mengatakan, “Menurut saya tidak mudah untuk mengatakan 'Oh, orang itu hanya mencuri suara' karena kita tidak tahu bagaimana perilaku para pemilih jika mereka dipaksa memilih dua pilihan.”
BACA JUGA: Akankah Gerakan Pro-Palestina Pengaruhi Kans Capres Harris Menang di Michigan?Situasi serupa terjadi pada tahun 2000, ketika kandidat dari Partai Hijau Ralph Nader memenangkan hampir 100.000 suara di Florida, dan George W. Bush mengalahkan Al Gore dengan hanya 537 suara.
Sejarawan konstitusi di Universitas Stanford, Jack Rakove mengatakan, “Masalahnya dengan rumusan itu, ketika kita menghadapi pemilu yang penuh persaingan, kita menganggap bahwa pilihan kedua masyarakat adalah hal yang sangat penting. Menurut saya keseluruhan model ini salah. Orang-orang yang memilih untuk kandidat ketiga melakukannya karena alasan pribadi mereka sendiri. Mereka sangat jengkel dengan partai-partai yang ada, sehingga menciptakan protes dengan memilih partai ketiga.”
Namun, Partai Demokrat kembali menyuarakan kecemasan bahwa Stein dapat menjadi perampas suara dalam pemilu kali ini. Dalam beberapa kasus, menuduh berupaya melemahkan Harris.
Ketika VOA menghubungi tim kampanye Stein, direktur pers Sam Pfeifle menanggapinya dengan mengatakan, menyerang kandidat pihak ketiga, “tidak hanya menyerang demokrasi, namun juga suatu bentuk penindasan terhadap pemilih, yang mengancam masyarakat agar tidak memilih apa yang mereka inginkan, atau bahkan menjadi abstain.”
Namun di negara-negara bagian yang diperebutkan seperti Michigan, yang penduduknya Muslim terbanyak di AS, Partai Hijau mungkin berpengaruh lebih besar. Itu karena banyak umat Islam yang merasa gusar dengan krisis kemanusiaan di Gaza, marah atas dukungan Gedung Putih terhadap Israel.
BACA JUGA: Peringati Setahun Peristiwa 7 Oktober, Pro-Palestina dan Pro-Israel Unjuk Rasa di Washington DCMenurut laporan yang dirilis bulan lalu oleh Dewan Hubungan Amerika-Islam, 40% Muslim di Michigan mengatakan, mereka berencana memilih Stein, sementara 12% mengatakan, akan memilih Harris.
John Fortier adalah peneliti senior di lembaga think tank American Enterprise Institute. “Stein akan meraih lebih banyak suara dibandingkan Kamala Harris, dan Partai Demokrat di negara-negara bagian penting belum berhasil menjauhkannya dari pemungutan suara. Jadi, jika kita melihat persaingan di beberapa negara bagian yang berdekatan, itu kemungkinan berdampak pada hari pemilihan,” tukasnya.
Laporan yang sama juga menunjukkan, lebih banyak umat Islam berencana untuk memilih Stein dibandingkan Harris di Wisconsin dan Arizona, negara bagian yang diperebutkan di mana Joe Biden mengalahkan Donald Trump dengan tipis pada tahun 2020.
Pada tahun pemilu di mana persaingan suara antara kandidat partai Republik dan Demokrat berlangsung ketat, suara Partai Hijau bisa membuat perbedaan hasil pilpres AS. [ps/ns]
Your browser doesn’t support HTML5