Apa Dampaknya Jika Inggris Keluar dari Uni Eropa?

Presiden Dewan Eropa Donald Tusk (kiri) dan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker, berbicara dengan PM Inggris David Cameron (kanan) pada KTT pemimpin Uni Eropa di Brussels, 19 Februari lalu.

Inggris akan mengambil keputusan bersejarah tanggal 23 Juni mendatang, apakah akan tetap menjadi anggota atau justru keluar dari keanggotaan Uni Eropa, yang tentunya akan menimbulkan dampak sangat besar bagi dunia usaha.

Meskipun referendum yang akan dilaksanakan 23 Juni masih beberapa bulan lagi, prospek ketidakpastian selama berbulan-bulan telah meresahkan para investor dan menekan nilai poundsterling ke tingkat terendah dalam tujuh tahun terakhir.

Beberapa pengusaha besar telah menyatakan secara terang-terangan dukungan atas kampanye supaya Inggris tetap menjadi anggota blok 28 negara Eropa itu, tetapi ada arus sentimen yang menyerukan Inggris keluar dari blok itu. Beberapa politisi senior – termasuk walikota London – telah menyampaikan dukungan supaya Inggris keluar dari Uni Eropa, dengan mengatakan perdebatan isu ini akan berlangsung sengit.

Berikut disampaikan pandangan umum yang mengkhawatirkan para pengusaha dan resiko yang meresahkan para investor itu.

Ketidakpastian

Pasar tidak menyukai ketidakpastian, dan kemungkinan Inggris keluar dari Uni Eropa telah membuat pasar keuangan mulai mencari cara-cara lain untuk menyelamatkan modal mereka. Kekhawatiran utama adalah keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan menurunkan investasi di negara itu dan memperlambat pertumbuhan ekonomi, yang tentunya akan membuat nilai tukar poundsterling pun anjlok. Pekan ini nilai poundsterling setiap hari terus turun, membuatnya 3,5% lebih lemah dibanding dolar Amerika. Satu poundsterling kini bernilai 1.393 dolar Amerika.

Dalam laporan yang dikeluarkan oleh HSBC – bank terbesar di Inggris – hari Rabu (24/2), nilai mata uang itu diperkirakan bisa anjlok antara 15 hingga 20 persen terhadap dolar amerika, mendorongnya ke nilai tahun 1980an, jika Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa. HSBC memperkirakan hal ini bisa mendorong kenaikan inflasi hingga 5% karena meningkatnya biaya impor bagi perusahaan dan konsumen.

Referendum itu juga memicu ketidakpastian politik. Perdana Menteri David Cameron telah mempertaruhkan begitu banyak hal untuk merundingkan kembali hubungan Inggris dengan blok itu dan kini mengkampanyekan supaya Inggris tetap berada dalam “Uni Eropa yang telah direformasi”. Walikota London Boris Johnson – salah seorang pesaing utama Cameron dalam Partai Konservatif – mendukung Inggris untuk keluar dari Uni Eropa.

Belum ada kepastian apa yang akan terjadi jika Inggris benar-benar memutuskan keluar dari Uni Eropa karena belum ada negara dengan ekonomi maju yang melakukan hal ini sebelumnya. Hanya ketika Greenland yang keluar dari Uni Eropa tahun 1985.

Banyak ekonom sepakat Inggris akan tetap memiliki ekonomi yang dinamis, tetapi para investor khawatir dengan masa transisi yang mungkin terjadi.

Perdagangan

Uni Eropa adalah blok perdagangan utama yang mencakup 508 juta orang di 28 negara, yang gabungannya merupakan pasar ekonomi terbesar di dunia. Meskipun anggota-anggota Uni Eropa memiliki kemudahan akses atas pasar masing-masing anggota, blok itu juga menggunakan besarnya ukuran mereka untuk merundingkan perjanjian-perjanjian perdagangan yang menguntungkan dengan negara bukan anggota Uni Eropa – seperti Amerika dan China.

Ketidakjelasan syarat-syarat keluarnya Inggris dari Uni Eropa membuat para investor khawatir akan dampaknya terhadap sektor perdagangan. Bukan hanya perdagangan di dalam Uni Eropa, tetapi juga perdagangan antara negara-negara Uni Eropa dengan Amerika misalnya.

Tenaga Kerja

Keputusan untuk keluar dari Uni Eropa akan memicu kekurangan tenaga kerja karena para pekerja dari negara-negara Eropa lain bisa dikirim pulang dan mereka yang akan datang bakal dikenai pembatasan yang lebih ketat. Sektor-sektor tertentu dalam perekonomian Inggris, seperti konstruksi yang sangat tergantung pada pekerja dari belahan benua lain, mungkin akan menderita kerugian.

Keluar dari Uni Eropa juga berarti mengancam industri jasa yang berorientasi ekspor, yang mencakup sekitar 30% GDP Inggris. Para investor khawatir Inggris akan dikecualikan dari apa yang disebut sebagai “paspor layanan”, yang memungkinkan profesi-profesi tertentu di Inggris – seperti pengacara dan akuntan – bisa bekerja di negara-negara Uni Eropa. Tetapi beberapa profesi tertentu akan sulit mendapat pekerjaan di benua itu.

Inflasi

Terus terkoreksinya nilai poundsterling akan memicu inflasi, yang saat ini berhasil diredam. Jika inflasi meningkat, Bank of England akan berupaya menaikkan suku bunga untuk menutup kenaikan harga. Namun kenaikan suku bunga juga akan menimbulkan dampak pada ekonomi, karena membuat pinjaman menjadi lebih mahal.

Investasi

Inggris menarik banyak investasi asing. Itu berarti Inggris punya defisit anggaran berjalan paling besar di dunia maju, sekitar 4,7% GDP.

Inggris adalah penerima investasi asing langsung terbesar di Uni Eropa, sekitar 20% dari seluruh pendanaan. Tetapi ada keprihatinan bahwa investor mungkin akan menarik modal mereka – dan memindahkan markas besar mereka – ke Eropa jika Inggris tidak lagi menjadi anggota Uni Eropa. [em/ii]