Walaupun diwarnai berbagai penolakan, DPR RI akhirnya mengesahkan RKUHP menjadi Undang-Undang (UU) pada 6 Desember. Berbagai pihak termasuk Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Kim bereaksi terhadap pengesahan UU tersebut.
Dalam acara US-Indonesia Investment Summit, di Jakarta, Selasa (6/12) Sung Kim mengatakan bahwa pihaknya mencermati pembahasan RKUHP sampai akhirnya kemudian disahkan menjadi UU. Pihaknya merasa prihatin terhadap isi pasal daripada UU tersebut yang menurutnya berpotensi membuat investor asing “kabur” dari Indonesia.
“Kami tetap prihatin bahwa pasal-pasal moralitas yang mencoba mengatur apa yang terjadi dalam rumah tangga antara orang dewasa yang saling menyetujui dapat berdampak negatif terhadap iklim investasi di Indonesia. Mengkriminalkan keputusan pribadi individu akan menjadi bagian besar dalam matriks keputusan banyak perusahaan yang menentukan apakah akan berinvestasi di Indonesia. Hasilnya dapat mengakibatkan berkurangnya investasi asing, pariwisata, dan perjalanan,” ungkap Sung Kim.
Padahal menurutnya, keberhasilan perhelatan akbar G20 di Bali lalu telah menunjukkan lintasan positif bagi masa depan Indonesia. Maka dari itu menurutnya penting untuk melanjutkan dialog dan memastikan untuk saling menghormati satu sama lainnya.
“Termasuk orang-orang LGBTQI+. Negara-negara seperti Indonesia dan AS dapat saling belajar tentang cara memastikan masyarakat inklusif untuk semua,” kata Kim.
Sejauh ini, kata Kim salah satu alasan mengapa Amerika Serikat dan Indonesia memiliki hubungan yang begitu kuat adalah karena nilai-nilai kedua negara yang dijaga dengan baik, yang menjadikan pebisnis atau investor dari negara adi daya ini ingin selalu memperdalam hubungan bisnis dan berinvestasi di Indonesia.
“Mereka secara seragam memberi tahu kami bahwa mereka menyambut baik peraturan yang jelas, sehingga memungkinkan mereka memprediksi dampak potensial terhadap bisnis mereka. Di seluruh dunia, jika undang-undang tidak jelas, bisnis seringkali enggan berinvestasi karena mereka tidak yakin bagaimana undang-undang yang berbeda dapat mempengaruhi operasi bisnis mereka,” tuturnya.
Menurutnya penting bagi semua pihak terkait untuk merenungkan masalah dan perkembangan yang penting ini untuk kemudian menentukan langkah-langkah selanjutnya untuk lebih memperkuat kemitraan ekonomi antar kedua negara.
“Saya yakin dialog terbuka antara bisnis dan pemerintah AS dan Indonesia akan membawa kemakmuran yang lebih besar bagi kedua negara kita pada tahun-tahun dan dekade-dekade mendatang,” katanya.
Your browser doesn’t support HTML5
Pemerintah Bantah KUHP Bisa Membuat Investor Asing ‘Kabur' dari Indonesia
Sementara itu, lewat siaran persnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Peraturan Perundang Undangan (PLT Dirjen PP) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Dhahana Putra membantah kekhawatiran Dubes AS untuk Indonesia Sung Kim, yang menyatakan bahwa KUHP bisa membuat para investor asing enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.“Tidak benar jika dikatakan bahwa pasal-pasal dalam RKUHP terkait ranah privat atau moralitas yang disahkan oleh DPR berpotensi membuat investor dan wisatawan asing lari dari Indonesia,” ungkap Dhahana.
Pasal 412 dan 413 UU KUHP yang baru disahkan mengancam pidana bagi setiap orang yang melakukan kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) dan perzinahan. Namun, kata Dhahana ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan. Adapun mereka yang berhak mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Atau orang tua maupun anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa pengaturan tindak pidana perzinaan dan kohabitasi dimaksudkan untuk menghormati lembaga perkawinan sebagaimana dimaksud UU No. 1 Tahun 1974, sekaligus juga tetap melindungi ruang privat masyarakat, sebagaimana ketentuan Pasal 284 KUHP tentang Perzinaan yang masih sah dan berlaku hingga saat ini.
Wujud perlindungan dari ruang privat masyarakat tersebut adalah dengan diaturnya kedua jenis delik tersebut sebagai delik aduan. Artinya, tidak akan pernah ada proses hukum tanpa ada pengaduan yang sah dari mereka yang berhak mengadu karena dirugikan secara langsung, yaitu suami atau istri bagi mereka yang terikat perkawinan dan orang tua atau anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan.
“Secara a contrario, pengaturan tersebut juga berarti menutup ruang dari masyarakat atau pihak ketiga lainnya untuk melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana tersebut, sekaligus mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri,” paparnya.
Apalagi, lanjut Dhahana, tidak pernah ada norma hukum dalam RKUHP yang mengharuskan pihak yang berhak mengadu untuk menggunakan haknya tersebut.
“Itu karena suatu pengaduan juga tidak dapat dipilah-pilah, artinya tidak mungkin dalam pengaduan hanya salah satu pelaku saja yang diproses, sehingga keputusan untuk membuat pengaduan itu juga akan betul-betul dipertimbangkan oleh mereka yang berhak mengadu,” tuturnya.
Dengan demikian, katanya para investor dan wisatawan asing tidak perlu khawatir untuk berinvestasi dan berwisata di Indonesia, karena ruang privat masyarakat tetap dijamin oleh undang-undang, tentunya tanpa mengurangi penghormatan terhadap nilai-nilai keindonesiaan.
“So, please come and invest in remarkable Indonesia!,” pungkasnya.
VOA meminta tanggapan dari pihak Kemenko Maritim dan Investasi terkait kekhawatiran Dubes AS untuk Indonesia tersebut. Namun, Juru Bicara Kemenko Marves Jodi Mahardi memilih untuk tidak berkomentar. “Kami serahkan ke (Kementerian) Kumham saja yang menjawab. Nanti saya offside” jawab Jodi singkat kepada VOA.
VOA juga sudah berupaya meminta tanggapan dari pihak Kamar Dagang Industri (KADIN) Indonesia terkait hal ini, namun pihak KADIN tidak menjawab pertanyaan dari VOA.
Senada dengan Dubes AS Sung Kim, Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira menuturkan bahwa KUHP tersebut sangat bisa menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya di tanah air.
Padahal, dengan adanya ancaman resesi ekonomi global, banyak negara sedang “memoles” diri agar bisa menarik banyak minat investor untuk berinvestasi di negara masing-masing.
Your browser doesn’t support HTML5
Ia melihat, konteks pasal yang terlalu mengatur ranah privat akan mengancam industri pariwisata dan perhotelan meskipun sifatnya adalah delik aduan. Padahal, kedua sektor tersebut belum terlalu pulih akibat dihantam pandemi COVID-19. Selain itu, banyak pasal-pasal dari zaman Belanda yang kembali dihidupkan dalam KUHP yang baru saja disahkan ini seperti salah satunya adalah pasal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara yang kemudian akan mengancam kebebasan berpendapat di Indonesia.
Menurut Bhima para investor dari negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa akan memiliki standar yang ketat menyoal Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan berpendapat dan sosial governance sebelum mereka berinvestasi di suatu negara,
“Jadi mereka akan menilai suatu negara siap atau tidak menjadi basis produksi dari investasi kalau regulasinya menjunjung tinggi hal-hal yang dianggap sesuai prinsip dari investasi yang berkelanjutan, investasi yang menjunjung tinggi HAM, dan kemudian penghargaan terhadap ranah privasi. Ini yang dikhawatirkan kontradiksi dengan adanya KUHP,” ungkapnya kepada VOA.
Dengan begitu, para investor dari negara maju tersebut kemungkinan besar akan mencari negara lain yang lebih mengakomodasi prinsip dan nilai yang mereka junjung tinggi dibandingkan dengan Indonesia.
“Iklim investasinya (sangat mungkin) jadi terganggu. Regulasinya sebenarnya jadi lebih melindungi pemerintah dan mencegah terjadinya kritik dari warga negara. Itu yang tidak disukai. Kita lihat apa yang terjadi di Hong Kong, misalnya. Pasca Hong Kong berubah regulasinya lebih pro terhadap otoritarian Tiongkok. Itu imbasnya sangat signifikan terhadap investasi di Hong Kong. Banyak negara maju yang berpikir ulang untuk berinvestasi di Hong Kong. Itu konsekuensi logis,” pungkasnya. [gi/lt]