Para pemimpin muslim mempertanyakan kesimpulan detektif polisi di Sterling, negara bagian Virginia, bahwa tewasnya seorang gadis remaja Muslim akibat pemukulan tampaknya merupakan kasus amarah di jalan raya. Menurut mereka, tewasnya remaja putri muslim tersebut sangat mirip dengan kejahatan yang dilandasi oleh kebencian (hate crime).
Remaja muslim, Nabra Hassanen, usia 17 tahun, dipukul dengan tongkat bisbol pada hari Minggu (18/6) dini hari oleh seorang pengendara mobil yang melewati sekitar 15 remaja Muslim saat mereka sedang berjalan atau bersepeda di jalan, kata polisi Fairfax County. Seorang juru bicara keluarga Hassanen mengatakan bahwa semua gadis di kelompok 15 remaja tersebut mengenakan jilbab dan baju jubah Muslim.
Seorang pemuda hispanik Darwin Martinez Torres yang berusia 22 tahun ditangkap dan didakwa melakukan pembunuhan setelah polisi Virginia menemukan jenazah Hassanen di sebuah kolam di Sterling.
Sebagai tanda solidaritas, kelompok-kelompok Muslim mengadakan doa bersama di seluruh Amerika pada hari Selasa (20/6) untuk menghormati Hassanen. Masjid komunitas Muslim di kawasan Dulles, Virginia atau ADAMS Center, mengumumkan rencana pemakaman Hassanen pada hari Rabu (21/6) dan mengajak warga untuk datang bersama dan "membalas tindakan jahat dengan kebaikan."
Polisi setempat mengatakan bahwa Martinez Torres terlibat pertengkaran dengan salah seorang anak laki-laki dari kelompok remaja Muslim tersebut, kemudian Torres yang mengendarai mobil mengejar anak-anak tersebut, keluar dari mobil dan mulai mengayunkan tongkat bisbolnya. Mereka mengatakan, Martinez Torres berhasil mengejar dan memukul Hassanen saat teman-teman lainnya berlarian. Torres lalu memasukkan Hassanen ke mobilnya, memukulinya lagi dan membuang tubuhnya.
"Tak ada bukti yang menunjukkan bahwa pembunuhan ini dilatarbelakangi oleh ras atau agama," kata polisi dalam sebuah pernyataan Senin (19/6) malam. "Tampaknya tersangka menjadi sangat marah karena perselisihan di jalan raya yang meningkat menjadi kekerasan mematikan."
Namun setelah serangkaian serangan terhadap Muslim di seluruh dunia, yang terakhir di London dan sebelumnya di kota Portland, Oregon, beberapa orang sangat skeptis.
Rabia Chaudry, seorang pengacara dan aktivis Muslim yang tinggal di pinggiran kota Washington, menyangsikan bahwa aksi Torres itu adalah amarah di jalan raya. Ia mengatakan di Twitter: "Jika Anda berpikir sejenak bahwa penampilan (Hassanen) tidak ada hubungannya dengan kejahatan ini, Anda berbohong kepada diri sendiri."
Chaudry juga mengatakan bahwa ketika seorang Muslim melakukan kejahatan, pejabat dengan cepat mengumumkannya sebagai aksi teror, namun bila pelakunya tidak beragama Islam, polisi tampaknya memandang kasusnya dengan cara yang berbeda.
Joshua Salaam, seorang Imam di masjid ADAMS Center di mana Hassanen aktif melakukan kegiatan, mengatakan bahwa masyarakat di sana sangat terguncang karena Hassanen dicintai oleh banyak orang dan terkenal dengan semangatnya untuk berbuat kebaikan.
"Jika tidak ada yang memberi Anda pujian, dia (Hassanen) akan memberi Anda pujian. Dan bukan hanya di lingkungan remaja Muslim tapi komunitas di Reston, Virginia lebih luas yang mengenalnya," imbuh Salaam.
Masjid ADAMS Center menyatakan keyakinan mereka bahwa para penegak hukum akan menentukan apa sesungguhnya yang memotivasi aksi kejahatan Torres tersebut dan menambahkan, "Kami meminta masyarakat untuk tidak berspekulasi mengenai motif kejahatan ini dan jangan mengambil kesimpulan sendiri." [pp]