Abdur Rozak, pengacara di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palu tidak sepenuhnya percaya bahwa pelaku penjarahan toko adalah warga kota itu. Dia menduga, pelaku datang dari wilayah-wilayah di sekitar kota Palu. Awalnya mungkin untuk menengok keluarga atau melihat kerusakan yang terjadi, namun kemudian melakukan penjarahan.
“Penjarahan ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Kita ini sedang dalam keadaan berduka. Tetapi, sebenarnya ini banyak orang masuk dari luar. Merekalah yang melakukan penjarahan. Ada banyak kabupaten di sekitar kota Palu,” kata Rozak.
BACA JUGA: Gempa Palu: 1.200 Penghuni Lapas Kabur Saat GempaRozak meminta aparat kepolisian bertindak tegas. Dalam dua hari terakhir, aksi penjarahan terkesan dibiarkan. Rozak menduga ada keengganan aparat bertindak keras karena masyarakat menjadi korban bencana gempa dan tsunami. Namun, aparat juga bisa melakukan investigasi, siapakah sebenarnya para penjarah itu. Apakah benar warga Palu atau berasal dari luar wilayah.
Secara hukum, jika dalam proses penindakan diketahui bahwa pelaku adalah korban bencana, polisi bisa melakukan diskresi atau mengesampingkan langkah hukum. Tetapi langkah ini khusus diambil jika barang-barang yang dijarah termasuk dalam kriteria sembilan bahan pokok. Di luar barang-barang itu, polisi harus melakukan tindakan hukum tegas.
“Yang dibutuhkan itu kan hanya sembilan bahan pokok tersebut. Selain barang itu, mau diapakan barang itu sama mereka. Itu tidak boleh diambil, contohnya yang di toko-toko elektronik. Itu sebuah kejahatan. Masa terhadap barang semacam itu dilakukan penjarahan juga. Itu tidak masuk akal. Misalnya dua hari terakhir kita pantau ada yang bawa ban motor, televisi sampai kulkas. Itu tidak wajar menurut saya,” jawab Abdul Rozak.
Dikatakan Rozak, polisi memiliki wewenang untuk bertindak tegas. Dia menyarankan, aparat mengeluarkan imbauan resmi yang lebih keras, meminta penjarah mengembalikan barang-barang jarahan di luar sembako. Langkah itu termasuk bagian dari tugas polisi melakukan kontrol sosial.
BACA JUGA: Relawan Siapkan Pemakaman Massal Korban Gempa PaluAsosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dalam pernyataan resmi hari Senin menyayangkan pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo yang mempersilahkan masyarakat mengambil barang di minimarket. Keputusan itu dikatakan diambil tanpa koordinasi dengan asosiasi.
Ketua Aprindo, Roy N Mandey dalam pernyataan itu peritel nasional selama ini selalu bersedia membantu dalam bencana di tanah air. “Keputusan ini tidak mendidik masyarakat di samping itu pemerintah seolah-olah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bertindak di luar tata krama, moral, etika, multi tafsir dan kurang berbudaya," kata Roy.
Aprindo mencatat dalam dua hari ini setidaknya telah terjadi pengambilan barang di 40 gerai Alfamart dan satu gerai Hypermart. Kerugian yang diderita mencapai Rp 450 miliar, karena penjarahan di Matahari, Ramayana, Hypermat dan Alfamidi di sejumlah kota di Sulawesi Tengah.
Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo sendiri berulang kali menyatakan bahwa pernyataannya dalam jumpa pers di Palu pada hari pertama bencana telah diplintir. Dia menegaskan, melihat situasi korban yang kekurangan bahan pokok, pemerintah pusat menyarankan pemerintah daerah mencari pemilik minimarket. Pemerintah kemudian membeli barang yang tersedia dan membagikannya kepada korban.
"Kondisi darurat, makan-minum bantuan belum masuk, toko tutup. Ya, bantu masyarakat yang perlu makan minum dan saya minta langsung ke gubernur beli minuman dari toko yang tutup. Uangnya dari gotong royong, dan Mendagri ikut beli juga," kata Tjahyo Kumolo.
BACA JUGA: Korban Tewas Gempa di Sulteng Meningkat, Penjarahan Tak TerhindarkanKepala Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sulawesi Tengah, Dedy Askari kepada VOA menilai, dalam tiga hari pertama bencana negara tidak hadir di tengah korban. Ketidakhadiran negara ini terlihat dari tidak adanya peran menonjol pemerintah daerah, termasuk badan-badan yang seharusnya berperan langsung seperti Kementerian Sosial. Korban yang lapar kemudian menjarah toko-toko, awalnya karena mencari bahan makanan.
“Situasi itu diperparah oleh ketidakhadiran aparat keamanan. Ada aparat satu dua orang atau satu regu, tetapi cenderung membiarkan hal itu. Mestinya mereka melakukan kerja sama, berkomunikasi dengan pemilik toko agar membuka tokonya. Jangan biarkan terjadi tindakan anarkis. Tindakan seminim itupun tidak dilakukan. Bukan hanya di supermarket, penjarahan juga terjadi di SPBU, hampir di seluruh kota Palu.”
Your browser doesn’t support HTML5
Dedy mendesak aparat keamanan mengamankan pusat-pusat pertokoan saat ini juga. Di sisi yang lain, korban harus segera dilayani kebutuhannya. Dedy yakin, jika bahan makanan tersedia, bahkan para korban pun akan bersedia untuk membelinya asal dengan harga yang tetap normal. “Kepolisian harus memaksimalkan upaya penyampaian imbauan-imbauan agar kejadian ini tidak terus terjadi,” tambah Dedy.
Meskipun tersiar secara jelas dalam siaran televisi sejak hari Minggu lalu, sejumlah menteri hingga Panglima TNI dan Kapolri tegas menolak adanya penjarahan di Palu. Berbagai alasan disampaikan untuk menyatakan, bahwa tindakan mengambil barang-barang di pertokoan itu bukan penjarahan. Presiden Jokowi sendiri meminta seluruh pihak untuk berkonsentrasi dalam upaya menolong korban, dan tidak berpolemik mengenai aksi penjarahan ini. [ns/ab]