Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengapresiasi kerja intelijen dan Densus 88 Antiteror yang berhasil menggagalkan rencana aksi teror di Surabaya pada saat bulan puasa Ramadan.
Ditangkapnya 3 orang yang diduga anggota jaringan teroris di Surabaya, menurut Gubernur Jawa Timur Soekarwo, merupakan kerja keras aparat keamanan yang patut mendapat penghargaan. Keberhasilan Densus 88 Antiteror menangkap teoris, secara otomatis mengurangi resiko dampak negatif yang akan ditimbulkan dari aksi teror yang akan dilakukan, seperti peledakan bom di sejumlah tempat di Surabaya.
“Saya sampaikan terima kasih, berarti ini intelijen kita sangat baik sekali, dan itu terintegrasi menurut BIN, ini terintegrasi BIN, intelijen Kodam, intelijen Polisi, intelijen Kejaksaan, semua intelijen dikoordinasi dengan baik. Semua sebetulnya sudah terinformasikan secara terbatas, artinya semakin hari semakin mantap di intelijen, ini kan sangat luar biasa sebetulnya,” kata Gubernur Jawa Timur, Soekarwo.
Penggerebekan rumah di kawasan jalan Lebak, Surabaya, yang diduga menjadi tempat persembunyian teroris, menurut Dosen sekaligus pengamat Radikalisme dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Ahmad Zainul Hamdi, merupakan bukti bahwa tidak ada satu pun wilayah di Indonesia yang luput dari ancaman teroris.
“Sekarang ini hampir tidak ada satu pun Kota atau Kabupaten yang bisa dianggap tidak masuk dalam jaringan terorisme, termasuk juga di Surabaya. Jadi kalau misalkan di Jawa Timur secara umum dianggap, ajaran Keislamannya, atau ajaran Keagamaan secara umum tidak menjadi lahan subur bagi tumbuhnya ajaranpajaran radikal, maka sebetulnya pandangan umum seperti ini bisa menyesatkan, karena memang sekali lagi tidak ada satu pun wilayah yang disitu tidak ada hot spot atau tidak ada titik-titik koordinasi untuk jaringan terorisme termasuk di Surabaya,” kata Ahmad Zainul Hamdi, Pengamat Radikalisme dari UIN Sunan Ampel Surabaya.
Upaya bersama untuk menekan tumbuhnya paham radikalisme dan terorisme, kata Ahmad Zainul Hamdi, harus dilakukan oleh semua pihak baik aparat keamanan maupun masyarakat. Pencegahan paham ini perlu dilakukan untuk membentengi masyarakat dari ajakan melakukan tindakan teror terhadap orang lain.
“Ke depan itu sebetulnya yang sampai sekarang belum ditemukan resepnya itu, adalah bagaimana agar para teroris yang sudah jadi itu tidak menularkan virusnya kepada kelompok di luar dirinya, terutama kalangan muda. Kalau yang sudah terdeteksi sebagai teroris, ya sudah itu biar didekati dengan pendekatan keamanan. Tapi yang sulit sebetulnya itu adalah orang-orang disekitar itu yang potensial untuk direkrut. Nah itu yang saya kira sampai sekarang pemerintah termasuk juga masyarakat, itu belum cukup aware dan memiliki cara yang tepat untuk membentengi itu,” lanjutnya.
Rabu (8/6) malam, Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap tiga terduga teroris di Surabaya, dan menyita sejumlah barang bukti seperti senjata api laras panjang dan senjata api laras pendek, bahan pembuat bom serta bom rakitan yang siap diledakkan.
Menurut Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol. Argo Yuwono, aparat keamanan akan terus berupaya menekan ruang gerak pelaku teror dengan tetap melibatkan peran serta masyarakat.
Your browser doesn’t support HTML5
“Ya intinya Polda Jatim memback-up kegiatan dari Densus 88 Mabes Polri, biar pelaksanaannya berjalan dengan baik dan lancar. Kita tetap akan mengadakan patroli secara berkala, ditingkatkan dan dibuat bagaimana masyarakat itu mudah untuk menemui polisi dijalan,” katanya.
Sementara itu Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Sumardi mengatakan, pihaknya akan terus mengintensifkan peran prajurit TNI atau Babinsa di tingkat bawah, untuk mendukung tugas polisi dan intelijen dalam mencegah aksi teror.
“Saya sudah lebih menekankan kembali kepada para Babinsa saya, kepada Babinsa saya untuk lebih turun lagi ke bawah, untuk lebih intensif lagi, untuk mengajak para warga untuk lebih aktif lagi,” kata Mayjen TNI Sumardi, Pangdam V Brawijaya. [pr/em]