Tim Detasemen Khusus 88 Anti Teror serta aparat gabungan polisi dan TNI menangkap dua orang terduga teroris di Poso, Sulawesi Tengah.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan tim Detasemen Khusus 88 Anti Teror beserta aparat gabungan Polisi Daerah Sulawesi Tengah dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah menangkap dua orang terduga teroris di kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso Sulawesi Tengah.
“Dilakukan upaya penangkapan atas tiga orang di desa Tambarana dan desa Halora kecamatan Poso Pesisir. Dua ditangkap dalam keadaan hidup, namun yang seorang lagi tewas di lokasi. Dua orang itu berinisial NR dan RH,” ujar Boy di Jakarta pada Rabu (31/10).
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai kepada VOA menjelaskan terduga teroris yang tewas itu bernama Jipo asal Bima, Nusa Tenggara Barat, dan sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kasus teroris.
Selain menangkap terduga teroris, polisi juga menemukan sepucuk pistol dan tujuh bom aktif rakitan serta bahan-bahan pembuat bom. Dua di antara bom itu telah diledakkan tim penjinak bom (Gegana) di lokasi peristiwa.
Penulis dan pemerhati masalah terorisme, Solahudin kepada VOA menjelaskan, Jipo adalah berasal dari Pesantren Umar bin Khatab di Bima, Nusa Tenggara Barat. Jipo, menurut Solahudin, ada dalam DPO untuk kasus pelatihan militer Poso 2011 lalu dan diduga juga masuk dalam DPO kasus penembakan polisi di BCA Palu.
“Setelah ikut pelatihan militer, muncul kasus penembakan polisi di BCA Palu. Jumlah kekuatannya tidak besar. Dulu total anggota JAT (Jamaah Ansharut Tauhid) Poso itu hanya sekitar 40 orang, tetapi sebagian sudah tertangkap. Mungkin ada tambahan dari luar. Saya duga kalo sekarang masih ada sekitar 30 sampai 40 orang,” ujar Solahudin.
Ia menambahkan, basis pertahanan mereka masih ada di dusun Taman JK dan gunung biru dengan total kekuatan belasan hingga 20 orang. Selebihnya ditempatkan di luar wilayah itu untuk memecah konsentrasi aparat keamanan.
Sementara itu, Ansyaad mengatakan penangkapan terduga teroris itu adalah terkait dengan pengejaran terhadap buron terduga teroris Santoso dan Upik Lawanga. Dalam pengejaran itu, Ansyaad mengakui ada kesulitan dari aparat keamanan dalam melakukan pengejaran mengingat medan yang sangat sulit dilalui.
“Kesulitan yang dijumpai aparat lebih pada situasi geografi aja, seperti hutan, gunung, dan sebagainya. Masyarakat sangat mendukung aparat keamanan, meski ada juga tekanan dari kelompok teror ini kepada masyarakat,” ujar Ansyaad.
Terkait masalah terorisme Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sesaat sebelum melakukan kunjungan kenegaraan ke Inggris Selasa (30/10), di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta mengingatkan, agama manapun melarang aksi terorisme.
Presiden menginstruksikan agar aparat keamanan terus melakukan aksi pencegahan munculnya aksi terorisme. Presiden juga mengajak masyarakat, agar di masing-masing keluarga dapat membimbing anggota keluarganya agar tidak melakukan kejahatan terorisme.
“Terorisme adalah kejahatan. Agama manapun melarang aksi-aksi terorisme. Yang menjadi korban tidak pandang bulu, sebutlah orang-orang yang tidak berdosa ikut menjadi korban. Saya ingin menyerukan, mengajak dan untuk jajaran pemerintahan menginstruksikan, agar melakukan langkah-langkah pencegahan untuk tidak terjadi lagi aksi-aksi terorisme di masa mendatang,” ujar Presiden Yudhoyono.
“Saya ingin mengajak dan menyerukan bagi keluarga-keluarga di seluruh tanah air, teruslah membimbing putra putrinya, anggota keluarganya, untuk tidak melakukan kegiatan terorisme itu.”
“Dilakukan upaya penangkapan atas tiga orang di desa Tambarana dan desa Halora kecamatan Poso Pesisir. Dua ditangkap dalam keadaan hidup, namun yang seorang lagi tewas di lokasi. Dua orang itu berinisial NR dan RH,” ujar Boy di Jakarta pada Rabu (31/10).
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai kepada VOA menjelaskan terduga teroris yang tewas itu bernama Jipo asal Bima, Nusa Tenggara Barat, dan sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kasus teroris.
Selain menangkap terduga teroris, polisi juga menemukan sepucuk pistol dan tujuh bom aktif rakitan serta bahan-bahan pembuat bom. Dua di antara bom itu telah diledakkan tim penjinak bom (Gegana) di lokasi peristiwa.
Penulis dan pemerhati masalah terorisme, Solahudin kepada VOA menjelaskan, Jipo adalah berasal dari Pesantren Umar bin Khatab di Bima, Nusa Tenggara Barat. Jipo, menurut Solahudin, ada dalam DPO untuk kasus pelatihan militer Poso 2011 lalu dan diduga juga masuk dalam DPO kasus penembakan polisi di BCA Palu.
“Setelah ikut pelatihan militer, muncul kasus penembakan polisi di BCA Palu. Jumlah kekuatannya tidak besar. Dulu total anggota JAT (Jamaah Ansharut Tauhid) Poso itu hanya sekitar 40 orang, tetapi sebagian sudah tertangkap. Mungkin ada tambahan dari luar. Saya duga kalo sekarang masih ada sekitar 30 sampai 40 orang,” ujar Solahudin.
Ia menambahkan, basis pertahanan mereka masih ada di dusun Taman JK dan gunung biru dengan total kekuatan belasan hingga 20 orang. Selebihnya ditempatkan di luar wilayah itu untuk memecah konsentrasi aparat keamanan.
Sementara itu, Ansyaad mengatakan penangkapan terduga teroris itu adalah terkait dengan pengejaran terhadap buron terduga teroris Santoso dan Upik Lawanga. Dalam pengejaran itu, Ansyaad mengakui ada kesulitan dari aparat keamanan dalam melakukan pengejaran mengingat medan yang sangat sulit dilalui.
“Kesulitan yang dijumpai aparat lebih pada situasi geografi aja, seperti hutan, gunung, dan sebagainya. Masyarakat sangat mendukung aparat keamanan, meski ada juga tekanan dari kelompok teror ini kepada masyarakat,” ujar Ansyaad.
Terkait masalah terorisme Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sesaat sebelum melakukan kunjungan kenegaraan ke Inggris Selasa (30/10), di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta mengingatkan, agama manapun melarang aksi terorisme.
Presiden menginstruksikan agar aparat keamanan terus melakukan aksi pencegahan munculnya aksi terorisme. Presiden juga mengajak masyarakat, agar di masing-masing keluarga dapat membimbing anggota keluarganya agar tidak melakukan kejahatan terorisme.
“Terorisme adalah kejahatan. Agama manapun melarang aksi-aksi terorisme. Yang menjadi korban tidak pandang bulu, sebutlah orang-orang yang tidak berdosa ikut menjadi korban. Saya ingin menyerukan, mengajak dan untuk jajaran pemerintahan menginstruksikan, agar melakukan langkah-langkah pencegahan untuk tidak terjadi lagi aksi-aksi terorisme di masa mendatang,” ujar Presiden Yudhoyono.
“Saya ingin mengajak dan menyerukan bagi keluarga-keluarga di seluruh tanah air, teruslah membimbing putra putrinya, anggota keluarganya, untuk tidak melakukan kegiatan terorisme itu.”