Perang saudara selama lima tahun terakhir telah menewaskan sekitar 250.000 sampai lebih dari 470.000 orang, menurut Pusat Riset Kebijakan Suriah.
Selain itu, lebih dari empat juta anak-anak Suriah tidak dapat bersekolah akibat perang.
Proyek #Edu4Syria, sebuah kompetisi bernilai US$1,7 juta yang dikelola bersama oleh Norwegia, Amerika Serikat dan sekelomok kecil LSM, memanfaatkan penggunaan ponsel pintar secara luas agar para pengungsi Suriah dapat terus belajar.
Idenya sendiri sederhana, yaitu menggunakan sistem pembelajaran berbasis permainan untuk menjangkau anak-anak yang mengungsi di dalam maupun ke luar negeri, yang pendidikannya terhambat.
"Kami mengunjungi Gaziantep di Turki dekat perbatasan dengan Suriah. Di satu rumah, satu keluarga tinggal di satu kamar dan putri bungsu mereka, berusia sekitar 12 tahun, tidak pernah belajar membaca. Namun ia sering bermain ponsel abangnya," ujar Dr. Afl Inge Wang dari Norwegian University of Science and Technology, yang memimpin kompetisi tersebut. Ia turut menciptakan permainan Kahoot!
"Hampir semua rumah tangga di Suriah punya ponsel pintar," ujar Børge Brende, Menteri Luar Negeri Norwegia dalam email kepada wartawan.
"Kami ingin memanfaatkan hal ini untuk membuat permainan yang memotivasi pembelajaran literasi."
Trauma perang dapat membuat belajar lebih sulit, karena berdampak negatif pada memori, konsentrasi dan semua proses kognitif lainnya. Sistem belajar berbasis permainan diperkirakan dapat menjadi format yang efektif. Suara dan animasi dalam permainan digital dapat merangsang otak.
Bulan Desember lalu, dua pemenang dipilih dan aplikasi tersebut, semua dalam bahasa Arab, akan tersedia untuk ponsel Apple dan Android. [hd]