Pemerintah Arab Saudi bersikukuh mempertahankan aplikasi yang digunakan para pria untuk melacak kerabat perempuan mereka setelah kelompok pembela hak-hak asasi manusia dan seorang anggota DPR AS mengecam beberapa perusahaan teknologi yang menawarkan aplikasi tersebut.
Aplikasi Absher menyediakan layanan “untuk seluruh kalangan…termasuk para perempuan, lansia dan orang dengan kebutuhan khusus,” kata Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, seperti dikutip dari kantor berita AFP, Minggu (17/2).
Aplikasi gratis itu bisa diunduh di ponsel pintar Android danApple. Para pengguna juga bisa menggunakan aplikasi tersebut untuk memperbarui paspor, visa, dan layanan elektronik lainnya.
BACA JUGA: Perempuan Saudi Berhak Tahu Soal PerceraianNamun para kritikus mengatakan aplikasi tersebut membuka peluang kekerasan terhadap para perempuan dan anak-anak perempuan karena para pria bisa menggunakan aplikasi tersebut untuk melacak aktivitas mereka.
CEO Apple, Tim Cook, mengatakan kepada Radio Nasional AS awal pekan ini bahwa mereka belum mendengar mengenai keberadaan aplikasi tersebut. Tapi dia akan “mencari tahu.”
Senator AS Ron Wyden sudah memanggil Apple dan Google untuk menghapus aplikasi tersebut. Dalam cuitan di Twitter, Wyden mengatakan aplikasi tersebut mendorong “praktik-praktik kekerasan terhadap perempuan.”
Menurut hukum Saudi, para perempuan harus mendapat izin dari suami atau kerabat dekat pria untuk memperbarui paspor atau ke bepergian ke luar Saudi.
Kementerian mengecam hal itusebagai “kampanye sistematis yang bertujuan untuk mempertanyakan tujuan dari layanan tersebut.”
Pihak Saudi menolak “upaya mempolitisasi” aplikasi tersebut.
BACA JUGA: Lagi, Seorang Wanita Saudi Gunakan Media Sosial untuk Upaya Melarikan DiriHal itu muncul pada saat Arab Saudi menghadapi sorotan tajam atas pembunuhan mengejutka wartawan Jamal Khashoggi tahun lalu. Kasus pembunuhan sadis itu memunculkan kembali catatan HAM negara kerajaan itu.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah berhasil menarik perhatian internasional karenz dengan cepat melesat ke tampuk kekuasaan dan berjanji melaksanakan reformasi sosial dan ekonomi.
Kerajaan itu sudah menahan sejumlah aktivis HAM dan perempuan. Beberapa dari mereka ditahan karena dituduh membahayakan keamana nasional. Informasi mengenai keberadaan para aktivis dan status hukum kasus mereka sangat minim. [ft]