Jika Hamas menyetujui gencatan senjata yang diusulkan Israel di Gaza, Amerika berharap Israel akan menerima rencana tersebut, kata juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, hari Minggu (2/6).
"Ini adalah usulan Israel. Kami berharap bahwa jika Hamas menyetujui proposal tersebut - seperti proposal Israel -yang disampaikan kepada mereka, maka Israel akan mengatakan ya," kata Kirby dalam sebuah wawancara di program "This Week" ABC News.
Cetak biru usul tersebut, kata Kirby, sudah dikirim ke Hamas pada Kamis malam waktu Washington. Ia menegaskan bahwa Hamas menyambut baik usul tersebut.
“Jadi, kami berharap mereka setuju untuk memulai tahap pertama sesegera mungkin. Dan tahap pertama ini akan memungkinkan sebagian sandera, orang tua, orang sakit, sandera perempuan, untuk dibebaskan dalam waktu enam minggu,” ujarnya.
Kirby menambahkan bahwa pada tahap tersebut "Tidak ada pertempuran, bantuan kemanusiaan yang masuk akan lebih banyak, dan sementara semua itu terjadi, kedua pihak akan duduk dan menegosiasikan fase kedua dan kapan fase itu bisa dimulai."
Para perantara perdamaian dari Mesir, Qatar dan Amerika Serikat telah meminta kedua belah pihak untuk menyetujui gencatan senjata dan pembebasan sandera yang ditekankan oleh Presiden AS Joe Biden pada hari Jumat (31/5).
BACA JUGA: Biden Dorong Gencatan Senjata saat Israel Makin Dalam Kuasai RafahMenteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, pada hari Minggu mengatakan bahwa Israel tidak akan menerima Hamas untuk terus memerintah Gaza pada tahap apa pun selama proses perdamaian dan bahwa Israel sedang memeriksa alternatif-alternatif bagi kelompok Islamis tersebut.
"Sementara kami melakukan tindakan militer penting kami, lembaga pertahanan secara bersamaan menilai alternatif pemerintahan selain Hamas," kata Gallant dalam sebuah pernyataan.
"Kami akan mengisolasi daerah-daerah (di Gaza), menyingkirkan para anggota Hamas dari daerah-daerah ini dan memperkenalkan pasukan yang akan memungkinkan terbentuknya pemerintahan alternatif - sebuah alternatif yang mengancam Hamas," ujar Gallant.
Gallant tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai kemungkinan alternatif tersebut.
Perpecahan dalam negeri
Netanyahu menghadapi pemerintahan koalisi sayap kanan yang terpecah dan tekanan domestik yang kuat dari pihak-pihak yang berseberangan di dalam negerinya atas rencana Israel untuk Gaza dan Hamas.
Dua anggota sayap kanan Kabinetnya, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, pada hari Sabtu mengancam akan menjatuhkan pemerintahan Netanyahu jika ia menyetujui proposal Biden.
BACA JUGA: Netanyahu: Tiada Gencatan Senjata di Gaza sampai Hamas HancurPemimpin oposisi Yair Lapid mendesak Netanyahu untuk mengambil kesepakatan tersebut dan menawarkan untuk mendukung perdana menteri jika Ben Gvir dan Smotrich mundur.
"Saya mengingatkan Netanyahu bahwa ia punya jaring pengaman kita untuk kesepakatan penyanderaan," kata Lapid di platform X.
Keluarga para sandera mendesak Israel dan Hamas untuk menyetujui kesepakatan tersebut. Puluhan ribu pengunjuk rasa kembali berunjuk rasa pada hari Sabtu di Tel Aviv untuk menuntut kembalinya para sandera.
Presiden Israel Isaac Herzog pada hari Minggu mengatakan bahwa ia telah mengatakan kepada Netanyahu, "... Saya akan memberikan dukungan penuh kepadanya dan pemerintah untuk mencapai kesepakatan yang akan membebaskan para sandera."
"Ini adalah kewajiban yang melekat pada kami untuk membawa mereka pulang dalam kerangka kesepakatan yang menjaga kepentingan keamanan Negara Israel," kata Herzog dalam pidatonya di Universitas Ibrani Yerusalem.
Sementara itu, kelompok militan Palestina Hamas mengatakan bahwa mereka "memandang positif" apa yang digambarkan oleh Biden pada hari Jumat sebagai rencana Israel.
Namun, pejabat senior Hamas Mahmoud Mardawi pada hari Sabtu dalam sebuah wawancara televisi Qatar mengatakan, "Tidak ada kesepakatan yang dapat dicapai sebelum tuntutan penarikan tentara pendudukan dan gencatan senjata dipenuhi," menyerukan diakhirinya perang dan penarikan pasukan Israel secara penuh dari Gaza.
Biden: saatnya perang diakhiri
Presiden Biden pada hari Jumat mengatakan bahwa kesepakatan damai akan melibatkan gencatan senjata awal selama enam minggu dengan penarikan sebagian tentara Israel, dan pembebasan beberapa sandera, sementara "penghentian permusuhan secara permanen" dinegosiasikan melalui para mediator.
"Sudah waktunya perang ini berakhir, dan hari berikutnya dimulai," kata Biden.
Netanyahu bersikeras bahwa sesuai dengan "garis besar yang diusulkan oleh Israel," transisi dari satu fase ke fase berikutnya adalah "bersyarat" dan dirancang untuk memungkinkannya mempertahankan tujuan perangnya.
Pertempuran sengit
Di seluruh Gaza, pada hari Minggu militer Israel mengatakan bahwa mereka telah menyerang "30 target teror, termasuk infrastruktur militer, fasilitas penyimpanan senjata, dan sel teroris bersenjata yang menjadi ancaman bagi pasukan darat IDF."
Di kota perbatasan selatan Gaza, Rafah, pertempuran sengit terus berlanjut meskipun ada kekhawatiran akan warga sipil yang mengungsi yang berlindung di kota tersebut.
Sebelum serangan Rafah dimulai pada 7 Mei, PBB mengatakan hingga 1,4 juta orang berlindung di sana. Sejak saat itu, satu juta orang telah melarikan diri dari daerah tersebut, menurut badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA.
Helikopter-helikopter tempur Apache Israel menyasar daerah-daerah di pusat kota Rafah pada hari Minggu, sebuah pesawat jet menembakkan rudal ke sebuah rumah di distrik Tel al-Sultan bagian barat dan penembakan artileri menyasar daerah Brazil bagian selatan, kata para saksi mata.
BACA JUGA: Prabowo: Tidak Boleh Ada Narasi Tunggal dalam Penyelesaian Krisis Israel-PalestinaDi tempat lain di Gaza, helikopter Israel menembaki sasaran di daerah Zeitun dan Sabra di Kota Gaza, dan sebuah serangan udara menghantam sebuah rumah di bagian timur kota itu, kata para wartawan AFP. Tiga orang tewas, termasuk seorang wanita dan seorang anak, ketika serangan udara menghantam sebuah apartemen keluarga di lingkungan Daraj, Kota Gaza, kata seorang petugas medis rumah sakit.
Tembakan artileri juga menyasar daerah Deir al-Balah dan kamp-kamp Bureij dan Nuseirat, kata para saksi mata. Perebutan penyeberangan Rafah oleh Israel semakin memperlambat pengiriman bantuan sporadis untuk 2,4 juta penduduk Gaza dan secara efektif menutup pintu keluar utama di wilayah tersebut.
Kairo menjadi tuan rumah pertemuan dengan para pejabat Israel dan AS pada hari Minggu untuk membahas pembukaan kembali penyeberangan Rafah, demikian menurut TV Al Qahera Mesir. Israel menutup penyeberangan Rafah dan Kerem Shalom pada awal Mei lalu.Keduanya berada di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir. Kerem telah dibuka kembali, kata Israel, namun PBB mengatakan bahwa hanya sedikit atau bahkan tidak ada bantuan kemanusiaan yang masuk.K nedua penyeberangan tersebut merupakan pintu masuk penting bagi makanan, bahan bakar, obat-obatan dan pasokan lainnya.
Badan kementerian pertahanan Israel yang mengawasi urusan sipil di wilayah Palestina, COGAT, juga mengatakan bahwa 764 truk Mesir telah menyeberang ke Gaza selama sepekan terakhir melalui penyeberangan Kerem Shalom.
Hamas melancarkan serangan teror pada 7 Oktober terhadap Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 sandera, 121 orang di antaranya masih berada di Gaza, termasuk 37 orang yang menurut militer Israel telah tewas.
Menurut kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas, pemboman balasan dan serangan darat Israel telah menewaskan sedikitnya 36.379 orang di Gaza, sebagian besar warga sipil. Kementerian kesehatan tidak memperhitungkan berapa banyak dari korban tewas tersebut adalah pejuang. [my/ka/jm]
Your browser doesn’t support HTML5