“Keduanya mempunyai antipati yang sangat mendalam terhadap Islamisme politis,” kata H. A. Hellyer, peneliti senior di Pusat Rafik Hariri untuk Timur Tengah di Dewan Atlantik. “Mereka berdua memandang keamanan sebagai prioritas pertama, kedua, dan ketiga politik.”
Pernyataan Gedung Putih yang dikeluarkan sebelum kunjungan itu mengatakan, “hubungan kedua negara sepanjang sejarahnya telah dimotori oleh kepentingan keamanan, dan itu akan tetap sebagai komponen kunci hubungan.”
Pernyataan itu memuji kebijakan kuat pemimpin Mesir itu dalam memerangi teroris. “Sissi telah mengambil langkah-langkah yang berani dalam sejumlah masalah yang peka sejak menjadi presiden tahun 2014,” katanya.
Para analis dan pakar kawasan itu yang berbicara kepada VOA sependapat bahwa pertemuan itu harus berhasil. Keduanya dilaporkan cocok ketika calon Trump bertemu dengan pemimpin Mesir itu bulan September di sela-sela sidang Majelis Umum PBB di New York. Mengingat penekanan bersama mereka pada keamanan, bakal mudah menghidupkan kembali hubungan yang sudah luka dan terpukul berat pada masa kepresidenan Obama, kata para analis.
Obama membekukan bantuan kepada Kairo setelah militer Mesir, yang dipimpin Jenderal Sissi, menggulingkan presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, Mohammed Morsi, tahun 2013. Sissi tepilih menjadi presiden setahun kemudian. Obama tidak mau mengundang Sissi ke Gedung Putih, dan mengecam penindakan rejim militer terhadap Ikwanul Muslimin, yang diwakili Morsi ketika ia presiden. Sissi memandang Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. [gp]