Kerjasama AS-Indonesia dilakukan diantaranya untuk memperkuat kapasitas penegakan hukum, dan memerangi penjarahan serta perdagangan satwa liar ilegal.
Amerika Serikat memberi dana US$750 ribu untuk membantu program konservasi badak di Indonesia, yang merupakan kelanjutan dari kesepakatan kerjasama Indonesia dan Amerika dalam melindungi satwa liar di Indonesia.
Duta Besar AS untuk Indonesia, Robert Blake mengatakan, pemerintah Amerika sangat memperhatikan perkembangan kondisi satwa-satwa liar di dunia, termasuk di Indonesia. Kerjasama antara Indonesia dan Amerika Serikat, tambahnya, memungkinkan kedua negara meningkatkan kapasitas konservasi dan pengelolaan satwa liar termasuk upaya melindungi habitat kritis, mestabilkan dan meningkatkan populasi spesies yang terancam punah seperti hewan badak.
Selain itu, ujarnya, kerjasama dilakukan untuk memperkuat kapasitas penegakan hukum, dan memerangi penjarahan serta perdagangan secara ilegal spesies satwa liar di Indonesia.
“Amerika Serikat telah bekerja di Indonesia untuk membantu melindungi badak Jawa dan Sumatra, dan terakhir kami memberikan $750 ribu kepada Yayasan Badak Indonesia,” ujarnya pada acara diskusi plestarian badak Indonesia di Pusat Kebudayaan @america di Jakarta Rabu malam (19/2).
“Indonesia dan Amerika Serikat bekerjasama sangat erat untuk menangani masalah perlindungan satwa liar, dan beberapa hari lalu Menteri Luar Negeri John Kerry menandatangai MoU bersama Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa untuk menangani masalah perlindungan satwa liar.”
Pada kesempatan sama, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, meski belum maksimal, pemerintah Indonesia akan terus meningkatkan berbagai cara melindungi satwa liar yang terancam punah termasuk hewan badak. Ditegaskan Menteri Zulkifli Hasan, upaya tersebut diantaranya melalui penegakan hukum.
“Penegakan hukum memang tidak mudah bagi kita, kita baru negara berdemokrasi, sungguh tidak mudah untuk menyelesaikan itu tentu kita tidak bisa lagi pendekatan-pendekatan keamanan seperti dulu, tetapi pendekatannya kesejahteraan,” ujarnya.
“Nah memang pendekatan itu tentu lebih lama, lebih sulit. Oleh karena itu perlu dukungan juga teman-teman, NGO, WWF dan lain-lain, untuk paling penting memberikan kesadaran bersama bahwa taman nasional itu untuk habitat seperti badak, gajah, orangutan itu sangat penting dan itu milik kita bersama.”
Zulkifli mengatakan kesadaran untuk melindungi satwa liar yang terancam punah di Indonesia memang masih minim.
“Kalau secara aturan kita kuat sekali. Siapa yang membunuh, memperdagangkan secara ilegal satwa-satwa yang dilindungi itu lima tahun penjara, walaupun ternyata memang dalam prakteknya kadang-kadang hukuman itu tidak memberikan efek jera, pengetahuan. Kesadaran bersama, tidak hanya oleh para penegak hukum seperti polisi, jaksa tetapi juga hakimnya agar memahami persoalan-persoalan seperti ini,” ujarnya.
Dalam paparannya mengenai habitat badak di Indonesia, Anwar Purwoto dari WWF Indonesia menjelaskan, kondisinya sangat memprihatinkan. Delapan dari 12 kantung badak yang ada di Sumatera itu sudah punah, sehingga hanya tinggal sedikit di Sumatera bagian utara dan sedikit di Sumatera bagian selatan, dan populasinya selama 21 tahun turun 82 persen.
“Betapa menakutkannya penurunan itu, dan ancaman, yang pertama karena kegiatan-kegiatan manusia membuka hutan, membangun yang merusak habitat badak, yang kedua, illegal hunting menjadi masalah besar, penyakit, biasanya disebarkan oleh lalat kemudian menjangkiti kerbau dan kerbaunya main-main, dekat-dekat badak sehingga menular ke badak, ini yang juga harus ditanggulangi,” ujarnya.
Sementara itu, Mohammad Haryono selaku Koordinator Taman Nasional Ujung Kulon, Provinsi Banten, menilai pemerintah dan masyarakat Indonesia harus bangga memiliki hewan badak dan harus bersama-sama berjuang mempertahankan serta meningkatkan populasi.
“Indonesia merupakan satu-satunya negara yang mempunyai badak Jawa, di tempat lain tidak ada. Ada 11 negara yang mempunyai badak, semua hanya ada satu spesies. Indonesia mempunyai dua spesies, jadi tidak salah kalau Amerika bantu Indonesia untuk badak,” ujarnya.
Duta Besar AS untuk Indonesia, Robert Blake mengatakan, pemerintah Amerika sangat memperhatikan perkembangan kondisi satwa-satwa liar di dunia, termasuk di Indonesia. Kerjasama antara Indonesia dan Amerika Serikat, tambahnya, memungkinkan kedua negara meningkatkan kapasitas konservasi dan pengelolaan satwa liar termasuk upaya melindungi habitat kritis, mestabilkan dan meningkatkan populasi spesies yang terancam punah seperti hewan badak.
Selain itu, ujarnya, kerjasama dilakukan untuk memperkuat kapasitas penegakan hukum, dan memerangi penjarahan serta perdagangan secara ilegal spesies satwa liar di Indonesia.
“Amerika Serikat telah bekerja di Indonesia untuk membantu melindungi badak Jawa dan Sumatra, dan terakhir kami memberikan $750 ribu kepada Yayasan Badak Indonesia,” ujarnya pada acara diskusi plestarian badak Indonesia di Pusat Kebudayaan @america di Jakarta Rabu malam (19/2).
“Indonesia dan Amerika Serikat bekerjasama sangat erat untuk menangani masalah perlindungan satwa liar, dan beberapa hari lalu Menteri Luar Negeri John Kerry menandatangai MoU bersama Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa untuk menangani masalah perlindungan satwa liar.”
Pada kesempatan sama, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, meski belum maksimal, pemerintah Indonesia akan terus meningkatkan berbagai cara melindungi satwa liar yang terancam punah termasuk hewan badak. Ditegaskan Menteri Zulkifli Hasan, upaya tersebut diantaranya melalui penegakan hukum.
“Penegakan hukum memang tidak mudah bagi kita, kita baru negara berdemokrasi, sungguh tidak mudah untuk menyelesaikan itu tentu kita tidak bisa lagi pendekatan-pendekatan keamanan seperti dulu, tetapi pendekatannya kesejahteraan,” ujarnya.
“Nah memang pendekatan itu tentu lebih lama, lebih sulit. Oleh karena itu perlu dukungan juga teman-teman, NGO, WWF dan lain-lain, untuk paling penting memberikan kesadaran bersama bahwa taman nasional itu untuk habitat seperti badak, gajah, orangutan itu sangat penting dan itu milik kita bersama.”
Zulkifli mengatakan kesadaran untuk melindungi satwa liar yang terancam punah di Indonesia memang masih minim.
“Kalau secara aturan kita kuat sekali. Siapa yang membunuh, memperdagangkan secara ilegal satwa-satwa yang dilindungi itu lima tahun penjara, walaupun ternyata memang dalam prakteknya kadang-kadang hukuman itu tidak memberikan efek jera, pengetahuan. Kesadaran bersama, tidak hanya oleh para penegak hukum seperti polisi, jaksa tetapi juga hakimnya agar memahami persoalan-persoalan seperti ini,” ujarnya.
Dalam paparannya mengenai habitat badak di Indonesia, Anwar Purwoto dari WWF Indonesia menjelaskan, kondisinya sangat memprihatinkan. Delapan dari 12 kantung badak yang ada di Sumatera itu sudah punah, sehingga hanya tinggal sedikit di Sumatera bagian utara dan sedikit di Sumatera bagian selatan, dan populasinya selama 21 tahun turun 82 persen.
“Betapa menakutkannya penurunan itu, dan ancaman, yang pertama karena kegiatan-kegiatan manusia membuka hutan, membangun yang merusak habitat badak, yang kedua, illegal hunting menjadi masalah besar, penyakit, biasanya disebarkan oleh lalat kemudian menjangkiti kerbau dan kerbaunya main-main, dekat-dekat badak sehingga menular ke badak, ini yang juga harus ditanggulangi,” ujarnya.
Sementara itu, Mohammad Haryono selaku Koordinator Taman Nasional Ujung Kulon, Provinsi Banten, menilai pemerintah dan masyarakat Indonesia harus bangga memiliki hewan badak dan harus bersama-sama berjuang mempertahankan serta meningkatkan populasi.
“Indonesia merupakan satu-satunya negara yang mempunyai badak Jawa, di tempat lain tidak ada. Ada 11 negara yang mempunyai badak, semua hanya ada satu spesies. Indonesia mempunyai dua spesies, jadi tidak salah kalau Amerika bantu Indonesia untuk badak,” ujarnya.