Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pejabat Israel lainnya pada hari Kamis (28/9) memperingati diterimanya Israel ke dalam program bebas visa pemerintah Amerika Serikat.
Netanyahu berterima kasih kepada pemerintahan Biden dan Penjabat Duta Besar Stephanie Hallett atas upaya mereka untuk mewujudkan hal tersebut setelah proses selama bertahun-tahun.
Melalui program itu, mulai 30 November mendatang, warga Israel akan diizinkan bepergian ke AS tanpa visa untuk kepentingan bisnis dan hiburan maksimal selama 90 hari dengan mendaftarkan diri ke Sistem Otorisasi Perjalanan Elektronik.
Akan tetapi, meski mereka diizinkan bepergian dengan sistem tersebut, pejabat AS di bandara tetap bisa melarang mereka memasuki wilayah Amerika.
Pemerintahan Biden memasukkan Israel ke dalam sekelompok kecil negara yang warganya diizinkan bepergian ke AS tanpa mendapatkan visa terlebih dahulu.
BACA JUGA: Pengamat Khawatirkan Konsesi AS Upayakan Normalisasi Israel-Arab SaudiDiplomat Palestina mengeluhkan hal tersebut, karena Israel dimasukkan ke dalam program itu tanpa memenuhi komitmennya untuk memperlakukan warga Amerika keturunan Palestina secara setara.
Kelompok-kelompok advokasi Palestina melaporkan bahwa bahkan dalam fase pengujian perjanjian bebas visa itu, warga Amerika keturunan Palestina menghadapi diskriminasi dan pelecehan oleh pihak berwenang Israel di bandara dan pos pemeriksaan.
Pejabat AS menekankan bahwa status Israel dalam program itu akan terus diawasi dan apabila dianggap tidak patuh, maka status khusus bebas visa itu dapat dicabut.
Penambahan Israel ke dalam daftar negara bebas visa ke AS itu telah menjadi prioritas pemimpin Israel dari masa ke masa. [rd/jm]