Amerika Serikat mengeluarkan sanksi ekonomi dan perjalanan pada Kamis (1/6) terhadap para pelanggar perjanjian gencatan senjata di Sudan, dengan memberlakukan pembatasan pada visa dan memotong sumber keuangan untuk Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan paramiliter, Pasukan Dukungan Cepat paramiliter (RSF).
Dalam sebuah pernyataan, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan, meskipun ada kesepakatan gencatan senjata saat ini, “kekerasan yang tidak masuk akal terus berlanjut di seluruh negeri sehingga menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan dan menyakiti mereka yang paling membutuhkannya.”
Kedua pihak menandatangani gencatan senjata tujuh hari yang ditengahi AS-Saudi pada 20 Mei. Gencatan senjata itu dimaksudkan untuk memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan. SAf dan RSF menyetujui perpanjangan lima hari pada 29 Mei.
BACA JUGA: Militer Sudan Tinggalkan Pembicaraan Gencatan Senjata dengan Pasukan ParamiliterSullivan mengatakan kegagalan SAF dan RSF untuk mematuhi gencatan senjata hanya memperdalam kekhawatiran bahwa rakyat Sudan akan sekali lagi menghadapi konflik yang berkepanjangan dan penderitaan yang meluas di tangan pasukan keamanan.
Dalam sebuah pernyataan, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan sanksi ekonomi itu menarget empat perusahaan yang menghasilkan pendapatan dari, dan berkontribusi langsung pada, konflik di Sudan, dengan dua perusahaan yang berafiliasi dengan SAF dan dua dengan RSF.
Yellen mengatakan dalam pernyataannya, sanksi tersebut memutus aliran utama keuangan bagi kedua pihak sehingga menjauhkan mereka dari sumber daya yang mereka butuhkan untuk membayar dan mempersenjatai tentara, menyediakan pasokan, dan melakukan perang di Sudan.
Pernyataan itu muncul sehari setelah militer Sudan menghentikan pembicaraan dan menuduh pasukan paramiliter lawan berulang kali melanggar gencatan senjata. [lt/ka]