AS pada hari Minggu (24/1) mengutuk serangan udara terhadap ibu kota Arab Saudi, dengan menyebut serangan itu tampaknya merupakan “upaya untuk menarget warga sipil.”
Media pemerintah Saudi melaporkan kerajaan itu mencegat apa yang tampaknya misil atau drone di atas Riyadh pada hari Sabtu (23/1).
Pemberontak Houthi di negara tetangga, Yaman, yang telah melancarkan banyak serangan melintas batas sejak Arab Saudi mulai memimpin sebuah koalisi untuk membantu pemerintah Yaman yang didukung internasional pada tahun 2015, membantah keterlibatan apapun dalam serangan pada Sabtu (23/1).
Departemen Luar Negeri AS menyatakan berbagai serangan seperti itu bertentangan dengan hukum internasional dan “merusak semua upaya untuk memajukan perdamaian dan stabilitas.”
“Sementara kami bekerja untuk meredakan ketegangan di kawasan melalui prinsip diplomasi, termasuk mengakhiri perang di Yaman, kami juga akan membantu mitra kami, Arab Saudi, membela diri dari berbagai serangan terhadap teritorinya dan menuntut pertanggungjawaban mereka yang berusaha merongrong stabilitas,” sebut Departemen Luar Negeri AS dalam suatu pernyataan.
Koalisi pimpinan Saudi memasuki konflik Yaman beberapa bulan setelah Houthi merebut ibu kota, Sana’a. Saudi telah menghadapi kritik internasional atas serangan-serangan udara yang menewaskan ratusan warga sipil dan menghantam target-target nonmiliter.
BACA JUGA: AS Akan Tetapkan Kelompok Houthi Yaman Sebagai Organisasi TerorisPBB pada hari Minggu (24/1) menyatakan bersama dengan Komite Internasional Palang Merah sedang memfasilitasi pembicaraan mengenai pertukaran tahanan baru antara pihak-pihak yang berperang di Yaman.
Upaya terbaru untuk mencapai sejumlah kemajuan dalam menyelesaikan konflik di sana berlangsung dua pekan setelah pemerintahan AS yang akan mengakhiri masa jabatannya menetapkan Houthi sebagai organisasi teroris.
Berbagai organisasi bantuan telah memperingatkan bahwa langkah semacam itu akan sangat merusak upaya-upaya untuk mengirim makanan dan berbagai suplai lain yang sangat diperlukan warga sipil dalam krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Satu kelompok terdiri dari 22 organisasi, termasuk Norwegian Refugee Council, Oxfam dan Save the Children, pada hari Minggu (24/1) memperingatkan mengenai “potensi dampak bencana kemanusiaan” dan menyatakan penetapan itu harus segera dicabut.
Antony Blinken, yang dinominasikan Presiden Joe Biden sebagai Menteri Luar Negeri, mengatakan kepada para legislator dalam sidang dengar keterangan pekan lalu bahwa departemen tersebut telah melakukan peninjauan terhadap masalah itu. [uh/ab]