Amerika Serikat (AS) saat ini berada pada titik balik dalam proses pengambilan keputusan tentang bagaimana sebaiknya menangani krisis yang terjadi di Myanmar yang saat ini dikuasai oleh pihak militer, dengan mempertimbangkan langkah-langkah politik dan ekonomi lebih lanjut guna menekan pemerintah yang berkuasa agar menekan perilakunya.
Dalam wawancara dengan kantor berita Associated Press pada Kamis (21/10), Penasihat Departemen Luar Negeri Amerika Derek Chollet mengatakan “situasi di dalam Burma (nama lain Myanmar.red) semakin memburuk, baik dari segi kemanusiaan, maupun dari segi keamanan, ekonomi, dan kurangnya kemajuan dalam politik.”
BACA JUGA: Pemimpin Junta Myanmar: ASEAN Gagal Hentikan KekerasanAmerika telah menjadi salah satu negara yang paling vokal menentang pengambilalihan kekuasaan oleh pihak militer yang menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu. Suu Kyi ditangkap dan ditahan bersama para anggota berpengaruh di Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi (NLD), termasuk Presiden Win Myint.
Sebuah penghitungan rinci yang dilakukan oleh organisasi Assistance Association for Political Prisoners atau Asosiasi Bantuan Untuk Tahanan Politik menilai pasukan keamanan bertanggungjawab atas pembunuhan hampir 1.200 warga sipil dan penangkapan lebih dari 9.043 lainnya sejak 1 Februari.
Chollet, yang menjabat sebagai penasehat menteri luar negeri, diwawancarai secara online ketika delegasi Amerika sedang berada di Indonesia pasca lawatan ke Thailand dan Singapura, menjelang pertemuan puncak tahunan negara ASEAN di Brunei Darussalam di mana situasi di Myanmar tampaknya akan menjadi fokus utama dari pertemuan tersebut.
“Kami pikir kami memiliki perangkat yang dapat membantu membendung terjadinya hal terburuk dalam waktu dekat. Tetapi seperti yang saya katakan, saya kira kita sedang berada pada titik balik,” ujar Chollet. Ada faktor politik dan ekonomi yang dapat menjadi pertimbangan untuk “menekan rezim agar mencoba memberi mereka semacam insentif untuk mengubah perilakunya.”
“Bagian dari apa yang kami lakukan sebagai Amerika adalah untuk masuk dan tidak mendikte persyaratan, tetapi untuk menawarkan perspektif terbaik kami dan mendengar dari mitra yang berbeda di kawasan ini,” tambahnya.
Dalam pembicaraan dengan tiga anggota utama ASEAN, delegasi Amerika itu berhasil “mendapatkan gagasan tentang cara terbaik ke depan.”
Amerika bersama dengan Inggris dan Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi pada sejumlah pejabat militer Myanmar dan perusahaan milik negara tersebut, termasuk yang berurusan dengan bisnis kayu dan permata yang menguntungkan. Bisnis kayu dan permata selama ini dianggap sebagai sumber aliran pendapatan bagi pihak militer Myanmar.
BACA JUGA: Karena Pekerjaan Lamanya, Jurnalis AS ditahan di MyanmarTetapi para aktivis dengan cepat menunjukkan bahwa sanksi itu belum mencakup perusahaan minyak dan gas Amerika dan Prancis yang beroperasi di Myanmar, yang memungkinkan militer mempertahankan sumber pendapatan mata uang asing terbesarnya.
Hal ini memungkinkan mereka melakukan pembelian seperti minyak hasil penyulingan atau refined petroleum, senjata, obat-obatan dalam kemasan dan obat-obatan impor lainnya. [em/lt]