Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Jumat (23/2) mengatakan perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki Israel tidak sejalan dengan hukum internasional. Pernyataan tersebut menandakan kembalinya kebijakan lama AS mengenai masalah ini yang telah dibatalkan oleh pemerintahan Donald Trump sebelumnya.
Berbicara pada konferensi pers selama perjalanan ke Buenos Aires, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Washington “kecewa” dengan pengumuman Israel mengenai rencana pembangunan perumahan baru di Tepi Barat yang diduduki. Ia mengatakan bahwa hal tersebut kontraproduktif dalam mencapai perdamaian abadi.
“Peraturan tersebut juga tidak sejalan dengan hukum internasional. Pemerintahan kami tetap menentang perluasan pemukiman, dan menurut penilaian kami, hal ini hanya melemahkan, bukan memperkuat, keamanan Israel,” kata Blinken.
Pada November 2019, Menteri Luar Negeri Trump, Mike Pompeo, mengumumkan bahwa Washington tidak lagi menganggap permukiman Israel di wilayah Tepi Barat yang direbutnya dalam perang Timur Tengah 1967 sebagai tindakan yang "tidak konsisten dengan hukum internasional.” Keputusan tersebut berseberangan dengan kebijakan AS selama empat dekade.
BACA JUGA: Sejarah Konflik Israel-Palestina selama 100 Tahun LebihBeberapa bulan setelahnya, pada Januari 2020, pemerintahan Trump mengumumkan sebuah rencana perdamaian untuk konflik Israel-Palestina. Meskipun Israel menerima rencana tersebut dengan baik, Palestina justru menolaknya secara langsung karena dianggap memberikan sebagian besar klaim yang telah mereka perjuangkan selama beberapa dekade konflik kepada Israel. Hal ini termasuk hampir semua pencapaian yang telah diperoleh oleh Israel, termasuk tanah yang dibangun pemukiman secara paksa di atas tanah milik warga Palestina.
Pemerintahan Presiden Joe Biden menentang perluasan pemukiman lebih lanjut, dengan mengatakan hal itu kontraproduktif terhadap perdamaian abadi. Perkataan Blinken tersebut merupakan pertama kalinya bagi seorang pejabat AS mengatakan praktik itu tidak sejalan dengan hukum internasional.
Pemerintah baru-baru ini menjatuhkan sanksi terhadap empat pria Israel yang dituduh terlibat dalam kekerasan terhadap pemukim.
Sebagian besar negara menganggap permukiman tersebut, yang di banyak wilayah memisahkan komunitas Palestina satu sama lain, sebagai pelanggaran hukum internasional. Israel mengklaim hak waris berdasarkan kitab sucinya.
Warga Palestina dan komunitas internasional memandang pemindahan warga sipil suatu negara ke tanah yang diduduki sebagai tindakan ilegal berdasarkan Konvensi Jenewa Keempat 1949 dan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Hanya sedikit kemajuan yang dicapai dalam mencapai status negara Palestina sejak penandatanganan Perjanjian Oslo pada awal 1990an. Salah satu hambatan yang menghambat upaya ini adalah perluasan pemukiman Israel.
Langkah ini dilakukan sehari setelah Menteri Keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich mengatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan menteri lainnya sepakat untuk membentuk dewan perencanaan untuk menyetujui sekitar 3.300 rumah yang akan dibangun di permukiman, menyusul serangan penembakan mematikan warga Palestina di Tepi Barat pada Kamis.
Sebagian besar unit yang dibahas berada di wilayah Tepi Barat di sebelah timur Yerusalem, dan unit lainnya berada di selatan kota Bethlehem, Palestina, kata Smotrich pada Kamis.
Kementerian luar negeri Palestina mengecam pengumuman pemukiman Israel, dan mengatakan di media sosial bahwa hal itu merusak peluang solusi dua negara. [ah/ft]