Uni Eropa, Amerika Serikat, Prancis dan delapan negara lainnya pada Rabu (25/9) menyerukan gencatan senjata segera selama 21 hari di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon. Mereka mengatakan bahwa konflik di sana “tidak dapat ditoleransi dan menimbulkan risiko eskalasi regional yang lebih luas yang tidak dapat diterima.”
Sebuah pernyataan bersama mengatakan gencatan senjata akan memungkinkan perundingan menuju penyelesaian diplomatik sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan penghentian permusuhan antara Israel dan kelompok militan Hizbullah yang berbasis di Lebanon, serta menerapkan gencatan senjata antara Israel dan militan Hamas di Jalur Gaza.
Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Qatar ikut menyerukan dalam seruan gencatan senjata, yang menyatakan bahwa konflik regional yang lebih luas “tidak ada kepentingannya, baik bagi rakyat Israel maupun rakyat Lebanon.".
“Kami kemudian akan siap mendukung penuh semua upaya diplomatik untuk mencapai kesepakatan antara Lebanon dan Israel dalam periode ini, berdasarkan upaya selama beberapa bulan terakhir, yang mengakhiri krisis ini sama sekali,” kata pernyataan itu.
BACA JUGA: Kepala Angkatan Darat Israel Beri Tahu Pasukan Soal Kemungkinan Invasi Darat ke LebanonMenteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot mengatakan kepada Dewan Keamanan pada Rabu pagi bahwa dia akan berangkat ke Beirut akhir pekan ini untuk bekerja dengan pemangku kepentingan setempat dalam mencari resolusi diplomatik atas konflik tersebut.
Perkembangan ini terjadi setelah hari-hari paling mematikan di Lebanon sejak perang saudara berakhir pada awal 1990-an. Pejabat kesehatan Lebanon mengatakan serangan Israel telah menewaskan 50 orang pada Rabu, sehingga menambah jumlah korban tewas dalam tiga hari menjadi 615 orang, dan lebih dari 2.000 orang terluka.
“Kepada semua pihak, mari kita katakan dengan satu suara yang jelas: hentikan pembunuhan dan penghancuran. Kurangi retorika dan ancaman. Mundurlah dari tepi jurang,” kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada pertemuan dewan.
“Perang habis-habisan harus dihindari bagaimanapun caranya. Ini pasti akan menjadi bencana besar," ujarnya.
Invasi Darat?
Perdana Menteri sementara Lebanon menghadiri pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York.
“Israel melanggar kedaulatan kami dengan mengirimkan pesawat perang dan drone mereka ke wilayah udara kami; dengan membunuh warga sipil, termasuk pemuda, perempuan dan anak-anak; menghancurkan rumah-rumah dan memaksa banyak keluarga mengungsi karena kondisi kemanusiaan yang buruk,” kata Najib Mikati.
“Lebih jauh lagi, mereka menyebarkan teror dan ketakutan di kalangan warga Lebanon di hadapan dunia, yang hanya menontonnya dengan santai," tambahnya.
BACA JUGA: Biden Peringatkan Kemungkinan Perang Besar di Timteng, Inggris Desak Warganya Keluar dari LebanonDuta Besar Israel mengatakan pemerintahnya tidak menginginkan terjadinya perang skala penuh dan terbuka terhadap solusi diplomatik. Danny Danon mengatakan Israel hanya melakukan apa yang negara lain akan lakukan jika warganya mendapat ancaman.
“Sejak 8 Oktober, 70.000 warga sipil terpaksa meninggalkan rumah mereka. Mereka dijadikan pengungsi di negaranya sendiri,” kata Danon.
“Mereka tidak tahu kapan mereka bisa kembali ke rumah, memulai kembali kehidupan mereka, atau kapan anak-anak mereka bisa kembali ke sekolah.”
Hizbullah memecah ketenangan di sepanjang perbatasan setelah serangan teror Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel yang memicu perang Gaza. Israel mengatakan Hizbullah telah menembakkan hampir 9.000 roket ke arah permukiman-permukiman di Israel utara sejak saat itu.
Kelompok militan tersebut mengatakan mereka bertindak sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina dan sekutunya yang didukung Iran, Hamas. Pertempuran tersebut telah menewaskan 49 orang di Israel, bersama dengan ratusan orang di Lebanon, dan membuat puluhan ribu orang mengungsi di kedua sisi perbatasan.
Masih ada waktu untuk diplomasi
Di Washington, para pejabat militer bersikeras masih ada waktu untuk diplomasi dan de-eskalasi.
“Sepertinya tidak ada yang akan terjadi dalam waktu dekat,” kata wakil sekretaris pers Pentagon Sabrina Singh ketika ditanya tentang prospek operasi darat besar-besaran Israel melawan Hizbullah.
“Kami ingin melihat solusi diplomatik, dan kami ingin segera mewujudkannya,” tambah Singh, sambil menekankan bahwa militer AS tidak memberikan intelijen atau dukungan militer apa pun kepada Israel untuk operasinya di Lebanon.
BACA JUGA: Hizbullah Serang Pangkalan Mossad dekat Tel Aviv dengan RudalDia mengatakan diskusi dengan Israel terus dilakukan dan Washington yakin “Israel mendengarkan.”
Konflik tersebut juga telah mendorong beberapa negara untuk mendesak warga negaranya meninggalkan Lebanon. Amerika Serikat mengumumkan akan mengirim lebih banyak personel militer ke wilayah tersebut untuk menambah pasukan yang ada, sementara Inggris memperkirakan 700 pasukannya akan tiba pada Rabu di Siprus sebagai persiapan untuk kemungkinan evakuasi warga negaranya dari Lebanon. [ft/rs]
Koresponden VOA di PBB Margaret Besheer dan koresponden keamanan nasional Jeff Seldin berkontribusi dalam laporan ini. Beberapa informasi untuk artikel ini disediakan oleh The Associated Press, Agence France-Presse dan Reuters.