AS Prihatin atas Penangkapan Ikan Ilegal oleh Kapal-kapal China

Foto-foto udara menunjukkan kapal-kapal penangkap ikan China mangkal di Whitsun Reef, sekitar 320 kilometres sebelah barat Bataraza, Palawan, Filipina, di Laut China Selatan (foto: dok).

Pemerintahan Biden mengatakan prihatin dengan penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal China. China memainkan peran besar dalam industri penangkapan ikan ilegal, yang tidak dilaporkan dan tanpa regulasi (IUUF) dengan armada terdiri dari ribuan kapal penangkap ikan di seluruh dunia.

Menurut peringkat dari Inisiatif Global Melawan Kejahatan Terorganisir Transnasional, penangkapan ikan ilegal yang tidak dilaporkan dan tanpa disertai regulasi, atau IUUF, merupakan industri sangat besar, dan China adalah pelaku utamanya.

Ribuan kapal penangkap ikan China, banyak diantaranya disubsidi oleh pemerintah di Beijing, menangkap ikan di perairan teritorial negara-negara di Afrika, Asia Tenggara dan Amerika Selatan, menghabiskan persediaan ikan dan merugikan ekonomi setempat. Beijing membantah tuduhan tersebut.

"China adalah negara terbesar - negara itu memberikan subsidi terbesar untuk penangkapan ikan yang merugikan itu dalam jumlah yang sangat besar di dunia," kata Michele Kuruc dari organisasi 'World Wildlife Fund' (WWF).

Mei tahun lalu, pemerintahan Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk memerangi IUUF dan meminta komunitas internasional untuk melawan penangkapan ikan ilegal China.

BACA JUGA: Filipina Kerahkan Lebih Banyak Kapal Patroli dalam Sengketa dengan China

Pemerintahan Biden kemungkinan akan melanjutkan upaya tersebut, dan mengatakan pemerintah akan menjadikan perlawanan terhadap IUUF sebagai prioritas dalam kebijakan luar negeri Amerika.

Jen Psaki, juru bicara Gedung Putih mengatakan, “Ini adalah masalah penangkapan ikan berlebihan di beberapa bagian dunia, sebuah masalah yang pasti diawasi dan dipantau oleh tim keamanan nasional kita. "

Ketika pemerintah-pemerintah berupaya mencegah penangkapan ikan ilegal, pertempuran sering terjadi, termasuk insiden akhir tahun lalu ketika angkatan laut Ekuador menembaki kapal penangkap ikan China di lepas pantai Kepulauan Galapagos.

Pemerintah lain, termasuk Indonesia, telah mengambil tindakan untuk menghukum, menangkap dan menenggelamkan kapal penangkap ikan China.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) gagal mencapai kesepakatan untuk memangkas subsidi IUUF itu, seperti yang diberikan oleh Beijing kepada armada penangkapan ikannya, pada tenggat waktu yang telah ditentukan yakni Desember 2020.

Awal bulan ini, direktur jenderal WTO yang baru berjanji untuk mendukung kesepakatan itu.

Ngozi Okonjo-Iweala, Direktur Jenderal WTO mengatakan, “Sudah 20 tahun dan 20 tahun sudah cukup. Itu slogan saya. Sekarang kita harus menyelesaikannya."

Menurut laporan Komisi Perdagangan Internasional AS pada Maret, 13 persen lebih impor AS yang ditangkap di laut pada 2019 berasal dari IUUF.

“Jumlah total ikan ilegal yang masuk ke AS - lebih dari $ 2 miliar,” tambah Michele Kuruc dari WWF.

IUUF juga merupakan masalah hak asasi manusia. Organisasi-organisasi bantuan telah mendokumentasikan contoh-contoh perbudakan modern di mana para pekerja mengalami kondisi kerja yang sulit, gaji rendah serta makanan dan air yang tidak memadai selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun di laut. [jm/my]