Menlu AS John Kerry memperingatkan akan ada pertanggungjawaban serta konsekuensi bagi siapapun yang menghalangi upaya-upaya perdamaian.
Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry telah memperingatkan tentang sanksi-sanksi dan berbagai kemungkinan konsekuensi jika pasukan pemerintah dan pemberontak Sudan Selatan tidak berkomitmen untuk melakukan pembicaraan yang bertujuan untuk mengakhiri perang saudara selama hampir lima bulan.
Berbicara Senin (5/5) di ibukota Angola, Luanda, dalam persinggahan terakhir lawatannya ke Afrika, Kerry pada pekan lalu telah memastikan komitmen Presiden Sudan Selatan Salva Kiir untuk mengikuti perundingan.
Ia mengatakan pemimpin pemberontak Riek Machar harus mengambil keputusan fundamental dalam upaya mencapai perdamaian, dan bahwa akan ada pertanggungjawaban serta konsekuensi bagi siapapun yang menghalangi upaya-upaya tersebut.
Menurut wartawan VOA Scott Stearns yang menyertai perjalanan Kerry, Machar kini berubah sikap setelah awalnya tampak terbuka bagi perundingan dalam percakapan teleponnya dengan Kerry.
Kerry mengatakan meskipun sikap Machar berubah belakangan ini, ia yakin pemimpin pemberontak itu tidak menolak pembicaraan.
Militer Sudan Selatan berjuang melawan pemberontak pimpinan Machar di kota penting penghasil minyak Bentiu, Senin. Kota itu jatuh ke pihak pemberontak bulan lalu.
PBB menyatakan sebuah peluru nyasar dalam pertempuran di Bentiu mengenai dan menewaskan seorang anak berusia empat tahun di markas PBB di kota itu. Lebih dari 20 ribu warga sipil berlindung di markas tersebut.
PBB menuduh pemberontak membunuh ratusan orang di Bentiu berdasarkan kebangsaan atau etnis mereka. Pemberontak membantah telah melakukan pembunuhan tersebut.
Seorang juru bicara PBB Farhan Haq mengatakan pertempuran juga berlangsung dalam beberapa hari belakangan ini di Nasir, di kawasan Nil Utara. Bentrokan kecil yang pecah di ibukota, Juba, antara pendukung kedua pihak, dibubarkan dengan gas air mata oleh pasukan PBB.
Pemberontak dan pemerintah menandatangani perjanjian gencatan senjata pada bulan Januari tetapi pertempuran terus berlanjut.
Kekerasan berbulan-bulan di beberapa kota di Sudan Selatan telah menyebabkan ribuan orang tewas dan lebih dari 1.1 juta orang mengungsi. Puluhan ribu lainnya berlindung di markas-markas PBB di berbagai penjuru negara itu.
Berbicara Senin (5/5) di ibukota Angola, Luanda, dalam persinggahan terakhir lawatannya ke Afrika, Kerry pada pekan lalu telah memastikan komitmen Presiden Sudan Selatan Salva Kiir untuk mengikuti perundingan.
Ia mengatakan pemimpin pemberontak Riek Machar harus mengambil keputusan fundamental dalam upaya mencapai perdamaian, dan bahwa akan ada pertanggungjawaban serta konsekuensi bagi siapapun yang menghalangi upaya-upaya tersebut.
Menurut wartawan VOA Scott Stearns yang menyertai perjalanan Kerry, Machar kini berubah sikap setelah awalnya tampak terbuka bagi perundingan dalam percakapan teleponnya dengan Kerry.
Kerry mengatakan meskipun sikap Machar berubah belakangan ini, ia yakin pemimpin pemberontak itu tidak menolak pembicaraan.
Militer Sudan Selatan berjuang melawan pemberontak pimpinan Machar di kota penting penghasil minyak Bentiu, Senin. Kota itu jatuh ke pihak pemberontak bulan lalu.
PBB menyatakan sebuah peluru nyasar dalam pertempuran di Bentiu mengenai dan menewaskan seorang anak berusia empat tahun di markas PBB di kota itu. Lebih dari 20 ribu warga sipil berlindung di markas tersebut.
PBB menuduh pemberontak membunuh ratusan orang di Bentiu berdasarkan kebangsaan atau etnis mereka. Pemberontak membantah telah melakukan pembunuhan tersebut.
Seorang juru bicara PBB Farhan Haq mengatakan pertempuran juga berlangsung dalam beberapa hari belakangan ini di Nasir, di kawasan Nil Utara. Bentrokan kecil yang pecah di ibukota, Juba, antara pendukung kedua pihak, dibubarkan dengan gas air mata oleh pasukan PBB.
Pemberontak dan pemerintah menandatangani perjanjian gencatan senjata pada bulan Januari tetapi pertempuran terus berlanjut.
Kekerasan berbulan-bulan di beberapa kota di Sudan Selatan telah menyebabkan ribuan orang tewas dan lebih dari 1.1 juta orang mengungsi. Puluhan ribu lainnya berlindung di markas-markas PBB di berbagai penjuru negara itu.