Amerika Serikat (AS) pada Jumat (25/8) menuding China dan Rusia menghalangi tanggapan bersama Dewan Keamanan PBB terhadap peluncuran rudal Korea Utara, termasuk upaya Pyongyang pada Kamis (24/8) untuk menempatkan satelit mata-mata di luar angkasa.
Dalam pertemuan darurat Dewan Keamanan, 13 dari 15 anggota – semuanya kecuali Moskow dan Beijing – mengutuk uji coba satelit mata-mata kedua Pyongyang yang dilakukan dalam tiga bulan. Korea Utara menggunakan teknologi rudal balistik dalam uji coba tersebut.
“Ini seharusnya menjadi isu yang mempersatukan kita. … Namun sejak awal 2022, Dewan ini gagal memenuhi komitmennya karena hambatan dari China dan Rusia,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
“Ancaman nuklir DPRK semakin meningkat, dan Rusia serta China tidak memenuhi tanggung jawab mereka untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional,” tambahnya. DPRK adalah singkatan dari Democratic People's Republic of Korea (Republik Demokratik Rakyat Korea), nama resmi Korea Utara.
Thomas-Greenfield juga mengecam kehadiran pejabat Rusia dan China di acara parade militer Korea Utara yang digelar pada bulan lalu. Pada kesempatan itu, Pyongyang memamerkan drone baru dan rudal balistik antarbenua berkemampuan nuklir.
“Mereka merayakan – merayakan – pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan dan terus memblokir tindakan Dewan Keamanan,” kata Thomas-Greenfield tentang Moskow dan Beijing.
Pada Mei 2022, China dan Rusia memveto resolusi yang memberlakukan sanksi baru terhadap Pyongyang, dan sejak saat itu, tidak ada resolusi atau deklarasi Dewan Keamanan mengenai Korea Utara yang diadopsi.
Tindakan bersama Dewan Keamanan terakhir terhadap Korea Utara terjadi pada 2017.
BACA JUGA: Kim Jong-un Janji Kembangkan Kerja Sama dengan China ke Tingkat yang "Lebih Tinggi"Perwakilan China dan Rusia mengatakan Washington harus disalahkan atas sikap agresif Korea Utara, dan merujuk pada latihan militer AS dengan Korea Selatan yang sedang berlangsung.
Korea Utara telah lama menyatakan bahwa program nuklirnya dilakukan untuk membela diri, dan mengatakan hal yang sama juga berlaku untuk program satelitnya.
“Peluncuran satelit pengintaian kami merupakan pelaksanaan hak sah untuk membela diri guna mencegah semakin meningkatnya tindakan permusuhan militer Amerika Serikat,” kata Duta Besar Korea Utara Kim Song, seraya menambahkan bahwa negaranya tidak pernah mengakui resolusi Dewan Keamanan PBB terkait Korea Utara mengenai hal tersebut.
BACA JUGA: Korut akan Sambut China dan Rusia dalam Peringatan 70 Tahun Perang KoreaThomas-Greenfield menolak anggapan itu.
“Kita semua tahu kebenarannya: DPRK mengutamakan paranoia dan kepentingan egoisnya di atas kebutuhan mendesak rakyat Korea Utara,” katanya.
“Mesin perang DPRK dipicu oleh penindasan dan kekejaman,” tambah Thomas-Greenfield. “Ini memalukan dan merupakan ancaman besar bagi perdamaian global.” [ah/ft]