Seorang mantan perwira intelijen Angkatan Udara AS yang membelot ke Iran enam tahun lalu telah dituduh melakukan mata-mata untuk pemerintah Iran dan membantu Iran menarget agen-agen intelijen AS lainnya.
Monica Elfriede Witt (39 tahun), didakwa oleh dewan juri federal di Washington atas tuduhan mengungkap nama kode dan misi rahasia dari program akses khusus militer AS ke pemerintah Iran. Ia juga didakwa membantu dinas intelijen Iran dalam menarget mantan rekan kerjanya, menurut sebuah dakwaan yang diungkap hari Rabu (13/2).
BACA JUGA: Warga AS Ditangkap Atas Tuduhan SpionaseEmpat warga Iran lainnya juga disebut dalam dakwaan itu dan menghadapi tuduhan konspirasi, intrusi komputer, dan pencurian identitas yang menarget mantan rekan kerja Witt pada tahun 2014 dan 2015. Keempat orang itu diidentifikasi sebagai Mojtaba Masoumpour, Behzad Mesri, Hossein Parvar dan Mohamad Paryar.
Keempat orang itu, menggunakan akun media sosial palsu dan bekerja atas nama Pasukan Pengawal Revolusi Iran, berusaha menyebarkan virus yang akan memberi mereka akses rahasia ke komputer dan jaringan target, kata jaksa penuntut.
"Kasus ini menekankan bahaya bagi para profesional intelijen kita dan sejauh mana musuh kita mengidentifikasi, mengekspos, menarget mereka dan dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, akhirnya membuat mereka melawan bangsa yang mereka sumpah untuk lindungi," kata John Demers , asisten jaksa agung untuk keamanan nasional.
"Ketika para profesional intelijen kita menjadi sasaran atau berkhianat, Divisi Keamanan Nasional tanpa kenal lelah akan mengejar keadilan dari pelaku kejahatan," tambahnya.
Dilahirkan dan dibesarkan di Texas, Witt menjabat sebagai perwira kontra intelijen untuk Angkatan Udara dari 1997 hingga 2008 dan sebagai pegawai kontrak dari 2008 hingga 2010. Terry Phillips, agen khusus di kantor investigasi khusus Angkatan Udara, mengatakan Witt mulai bekerja untuk pemerintah Iran setelah ia keluar dari militer.
Tindakannya adalah "pengkhianatan terhadap keamanan negara kita, militer kita, dan rakyat Amerika," kata Phillips saat melakukan konferensi pers dengan wartawan. (my)