Kedutaan Besar AS dan misi diplomatik Eropa di Tripoli prihatin dengan meningkatnya kekerasan di Libya, sementara serangan seorang jenderal terhadap kelompok Islamis semakin memecah belah negara itu.
Amerika Serikat, Uni Eropa, Perancis, Jerman, Italia dan Inggris mendesak solusi politis bagi konfrontasi di Libya dalam suatu pernyataan bersama yang dilansir hari Jumat (24/5) di situs Kedutaan Besar Amerika.
Dalam pernyataan tersebut, perwakilan negara-negara tersebut mendesak semua pihak agar menyelesaikan semua perselisihan dengan cara-cara politik dan menahan diri untuk tidak menggunakan kekerasan. Mereka juga mengimbau Libya untuk mengadakan pemilihan Parlemen sesegera mungkin untuk mengakhiri konfrontasi.
Jenderal Khalifa Hafar telah melancarkan serangan militer selama seminggu untuk menumpas milisi Islamis yang didukung parlemen Libya, yang didominasi kalangan Islamis. Kampanye tersebut mendapat dukungan dari para pejabat, tentara dan perwira militer, serta menjerumuskan Libya ke dalam ketidakpastian.
Jenderal pensiunan Khalifa Haftar menyebut dirinya sebagai seorang nasionalis yang melancarkan perang untuk menyelamatkan Libya dari ekstremis Islamis. Pertempuran tersebut merupakan salah satu yang terburuk di Libya sejak revolusi 2011 yang menggulingkan diktator yang telah lama berkuasa Moammar Gaddafi.
Dalam pernyataan tersebut, perwakilan negara-negara tersebut mendesak semua pihak agar menyelesaikan semua perselisihan dengan cara-cara politik dan menahan diri untuk tidak menggunakan kekerasan. Mereka juga mengimbau Libya untuk mengadakan pemilihan Parlemen sesegera mungkin untuk mengakhiri konfrontasi.
Jenderal Khalifa Hafar telah melancarkan serangan militer selama seminggu untuk menumpas milisi Islamis yang didukung parlemen Libya, yang didominasi kalangan Islamis. Kampanye tersebut mendapat dukungan dari para pejabat, tentara dan perwira militer, serta menjerumuskan Libya ke dalam ketidakpastian.
Jenderal pensiunan Khalifa Haftar menyebut dirinya sebagai seorang nasionalis yang melancarkan perang untuk menyelamatkan Libya dari ekstremis Islamis. Pertempuran tersebut merupakan salah satu yang terburuk di Libya sejak revolusi 2011 yang menggulingkan diktator yang telah lama berkuasa Moammar Gaddafi.