Pertemuan para menteri luar negeri ASEAN yang berlangsung secara virtual, Rabu (4/8), akhirnya mengesahkan komunike bersama yang salah satu isinya menyetujui penunjukan Menteri Luar Negeri Kedua (II) Brunei Darussalam Dato Erywan Pehin Yusof sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar. Penunjukan Dato Erywan juga sudah disetujui oleh junta Myanmar.
Dalam keterangan pers usai pertemuan para menteri luar negeri ASEAN tersebut, Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto Suryodipuro menjelaskan isu Myanmar dalam komunike bersama itu merupakan kesepakatan semua negara anggota ASEAN tanpa terkecuali.
Penunjukan utusan khusus tersebut sekaligus memecah kebuntuan sejak pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta akhir April lalu, yang menghasilkan lima poin konsensus untuk menyelesaikan konflik politik di Myanmar.
"Adanya penunjukan utusan khusus, yaitu Menteri Luar Negeri II Brunei Dato Erywan. Adanya komitmen yang konkret bahwa utusan khusus akan segera memulai kerjanya, akan ada kerangka waktu yang jelas, akan diberikan akses penuh kepada semua pihak di Myanmar, dan agar utusan khusus itu melapor kepada pertemuan tingkat menteri luar negeri mendatang di bulan September," kata Sidharto.
Menurut Sidharto, para menteri luar negeri ASEAN kompak memandang lima poin konsensus yang dihasilkan para pemimpin ASEAN sangat penting untuk segera dilaksanakan tanpa syarat.
Ke depannya nanti, lanjut Sidharto,Myanmar harus bekerjasama agar utusan khusus ASEAN Dato Erywan berhasil dalam melaksanakan tugasnya sehingga Myanmar bisa keluar dari krisis. Semua negara ASEAN juga sepakat agar AHA Center, Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan, secepatnya mengirim bantuan ke Myanmar.
BACA JUGA: Indonesia Desak ASEAN Segera Tunjuk Utusan Khusus untuk MyanmarSidharto menambahkan semua mitra ASEAN mendukung lima poin konsensus yang dihasilkan dalam pertemuan para pemimpin ASEAN April lalu.
Kelima konsensus itu adalah, pertama, kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya; kedua, dialog konstruktif antara semua pihak terkait untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat; ketiga, utusan khusus ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN; keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre; dan kelima, utusan khusus dan delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.
Peneliti ASEAN dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pandu Prayoga, mengatakan efektif atau tidaknya utusan khusus dalam menyelesaikan krisis politik di Myanmar sangat bergantung pada bagaimana kinerja utusan khusus dan bagaimana respons pihak berwenang Myanmar.
"Kita berharap Myanmar bisa mengikuti apa yang menjadi rekomendasi dari utusan khusus ini atau hasil investigasi. Kita berharap Myanmar jujur dan terbuka," ujar Pandu.
Selain isu Myanmar, komunike bersama ASEAN menyoroti konflik di Laut China Selatan.
Para menteri luar negeri ASEAN mengimbau agar semua pihak meningkatkan rasa saling percaya dan menghindari segala kegiatan yang bisa memicu peningkatan ketegangan. ASEAN meminta konflik Laut China Selatan diselesaikan secara damai berdasarkan prinsip hukum internasional, termasuk Hukum Laut Internasional 1982.
ASEAN menekankan kepada semua pihak untuk memelihara dan memajukan perdamaian, keamanan, stabilitas, dan kebebasan pelayaran dan penerbangan di atas Laut China Selatan. [fw/ab]