Para pelaku pariwisata berharap pemerintah menata kawasan Subak menjadi lebih baik agar dapat menarik lebih banyak wisatawan.
Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (ASITA) di Bali menyatakan bahwa pembangunan fasilitas pariwisata seperti villa dan toko-toko cenderamata yang tidak terkontrol di kawasan sistem irigasi Subak telah mengurangi keindahan wilayah tersebut.
Ketua ASITA Bali Aloysius Purwa mengatakan penataan kawasan Subak perlu ditingkatkan supaya daerah itu dapat lebih menarik bagi para wisatawan.
Aloysius Purwa menambahkan bahwa hamparan sawah dengan model berundak-undak atau terasering telah lama menarik wisatawan yang berkunjung ke Bali. Subak juga telah mendapatkan pengakuan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau organisasi dunia di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan sebagai bagian dari warisan budaya dunia.
“Pemandangan terasering begitu bagusnya dan itu bagus karena ada Subak. Lalu karena begitu banyaknya orang yang datang atau mau membawa wisatawan ke sana untuk menyaksikan keindahannya, muncullah toko-toko beratap seng di pinggir-pinggir atau di sawah itu sendiri. Nah, ini merusak (pemandangan) sehingga tidak layak dijual lagi,” ujarnya pada VOA Indonesia di Bali Rabu (20/6).
Gubernur Bali Made Pangku Pastika mengatakan bahwa pemerintah Bali sedang menata kawasan Subak lewat pembentukan peraturan daerah tentang Subak yang di dalamnya mencakup insentif keringanan pajak bagi petani yang mempertahankan lahan pertaniannya.
“Dana yang dikumpulkan dari kegiatan pariwisata harus memberikan kesejahteraan juga kepada para petani. Misalnya ada wisatawan yang sedang menonton mereka sedang membajak sawah. Itu kan sama saja dengan wisatawan yang sedang menonton seniman yang sedang pentas di panggung, kenapa mereka tidak dibayar?” kata Pastika.
Sementara itu, pekaseh atau ketua Subak Gunung Sari Jatiluwih, Gede Gunung Putra, mengatakan salah satu harapan petani saat ini adalah adanya pembebasan pajak lahan pertanian
“Artinya penghasilan petani bertambah dan keperluan utama petani agar bisa diperhatikan,” ujarnya.
Gunung Putra juga berharap pemerintah membantu melakukan perbaikan saluran irigasi yang rusak dan telah menyebabkan petani sering mengalami kesulitan mendapatkan aliran air.
Ketua ASITA Bali Aloysius Purwa mengatakan penataan kawasan Subak perlu ditingkatkan supaya daerah itu dapat lebih menarik bagi para wisatawan.
Aloysius Purwa menambahkan bahwa hamparan sawah dengan model berundak-undak atau terasering telah lama menarik wisatawan yang berkunjung ke Bali. Subak juga telah mendapatkan pengakuan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau organisasi dunia di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan sebagai bagian dari warisan budaya dunia.
“Pemandangan terasering begitu bagusnya dan itu bagus karena ada Subak. Lalu karena begitu banyaknya orang yang datang atau mau membawa wisatawan ke sana untuk menyaksikan keindahannya, muncullah toko-toko beratap seng di pinggir-pinggir atau di sawah itu sendiri. Nah, ini merusak (pemandangan) sehingga tidak layak dijual lagi,” ujarnya pada VOA Indonesia di Bali Rabu (20/6).
Gubernur Bali Made Pangku Pastika mengatakan bahwa pemerintah Bali sedang menata kawasan Subak lewat pembentukan peraturan daerah tentang Subak yang di dalamnya mencakup insentif keringanan pajak bagi petani yang mempertahankan lahan pertaniannya.
“Dana yang dikumpulkan dari kegiatan pariwisata harus memberikan kesejahteraan juga kepada para petani. Misalnya ada wisatawan yang sedang menonton mereka sedang membajak sawah. Itu kan sama saja dengan wisatawan yang sedang menonton seniman yang sedang pentas di panggung, kenapa mereka tidak dibayar?” kata Pastika.
Sementara itu, pekaseh atau ketua Subak Gunung Sari Jatiluwih, Gede Gunung Putra, mengatakan salah satu harapan petani saat ini adalah adanya pembebasan pajak lahan pertanian
“Artinya penghasilan petani bertambah dan keperluan utama petani agar bisa diperhatikan,” ujarnya.
Gunung Putra juga berharap pemerintah membantu melakukan perbaikan saluran irigasi yang rusak dan telah menyebabkan petani sering mengalami kesulitan mendapatkan aliran air.