Seorang laki-laki etnis Tionghoa dituduh telah mengakses data di sebuah laboratorium teknologi nano pada badan ilmiah pemerintah Australia atau CSIRO.
SYDNEY, AUSTRALIA —
Australia sedang menyelidiki dugaan kasus spionase industri dalam organisasi ilmiah utama negara itu. Seorang laki-laki Tionghoa dituduh mengakses data di sebuah laboratorium teknologi nano.
Hal ini terjadi ketika Australia tersangkut sengketa terkait spionase dengan Timor Leste dan Indonesia.
Penggunaan komputer tanpa ijin di badan ilmiah pemerintah Australia atau CSIRO sedang diselidiki oleh badan-badan intelijen. Mereka mencari tahu apakah seorang siswa Tionghoa mengirim informasi penting dari sebuah fasilitas teknologi nano di kota Melbourne ke negara asing. Sejauh ini belum ada tersangka yang ditangkap.
Australia juga menyanggah sejumlah tuduhan mereka diam-diam menyadap para menteri pemerintahan Timor Leste satu dekade lalu untuk mengetahui posisi Timor Leste dalam perundingan mengenai royalti minyak dan gas.
Timor Leste hari Kamis (5/12) akan menggugat ke Pengadilan Arbitrasi di Den Haag, Belanda, untuk menantang keabsahan perjanjian yang ditanda-tanganinya dengan Australia tahun 2006. Pemerintah Timor Leste ingin perjanjian itu dibatalkan karena dugaan spionase itu.
Bernard Colleary, pengacara yang mewakili Timor Leste dalam kasus mata-mata Australia itu, mengatakan agen-agen keamanan Australia telah merazia kantornya.
“Sepengertian saya, agen-agen Organisasi Intelijen Keamanan Australia membawa surat perintah pengadilan untuk menggeledah kantor hukum saya selama berjam-jam dan menyita semua jenis dokumen dan catatan lain karena katanya menyangkut isu keamanan nasional,” kata Colleary.
Pemerintah Australia berkeras razia itu tidak terkait sama sekali dengan kasus spionase yang diajukan di Den Haag karena hal itu dilakukan dengan alasan keamanan nasional.
Colleary menegaskan, “Ini hanya mungkin terkait dengan proses melawan Australia karena penyadapan kantor-kantor para menteri Timor Leste ketika berlangsung perundingan perjanjian gas dan minyak tahun 2004. Jadi ini langkah Australia untuk mempertahankan perjanjian yang dicapai secara ilegal, yang akan saya ajukan di Pengadilan Arbitrasi di Den Haag.”
Bulan lalu, Indonesia menangguhkan kerjasama militer dengan Australia terkait laporan negara itu menyadap sejumlah pembicaraan telpon pejabat Indonesia.
Hal ini terjadi ketika Australia tersangkut sengketa terkait spionase dengan Timor Leste dan Indonesia.
Penggunaan komputer tanpa ijin di badan ilmiah pemerintah Australia atau CSIRO sedang diselidiki oleh badan-badan intelijen. Mereka mencari tahu apakah seorang siswa Tionghoa mengirim informasi penting dari sebuah fasilitas teknologi nano di kota Melbourne ke negara asing. Sejauh ini belum ada tersangka yang ditangkap.
Australia juga menyanggah sejumlah tuduhan mereka diam-diam menyadap para menteri pemerintahan Timor Leste satu dekade lalu untuk mengetahui posisi Timor Leste dalam perundingan mengenai royalti minyak dan gas.
Timor Leste hari Kamis (5/12) akan menggugat ke Pengadilan Arbitrasi di Den Haag, Belanda, untuk menantang keabsahan perjanjian yang ditanda-tanganinya dengan Australia tahun 2006. Pemerintah Timor Leste ingin perjanjian itu dibatalkan karena dugaan spionase itu.
Bernard Colleary, pengacara yang mewakili Timor Leste dalam kasus mata-mata Australia itu, mengatakan agen-agen keamanan Australia telah merazia kantornya.
“Sepengertian saya, agen-agen Organisasi Intelijen Keamanan Australia membawa surat perintah pengadilan untuk menggeledah kantor hukum saya selama berjam-jam dan menyita semua jenis dokumen dan catatan lain karena katanya menyangkut isu keamanan nasional,” kata Colleary.
Pemerintah Australia berkeras razia itu tidak terkait sama sekali dengan kasus spionase yang diajukan di Den Haag karena hal itu dilakukan dengan alasan keamanan nasional.
Colleary menegaskan, “Ini hanya mungkin terkait dengan proses melawan Australia karena penyadapan kantor-kantor para menteri Timor Leste ketika berlangsung perundingan perjanjian gas dan minyak tahun 2004. Jadi ini langkah Australia untuk mempertahankan perjanjian yang dicapai secara ilegal, yang akan saya ajukan di Pengadilan Arbitrasi di Den Haag.”
Bulan lalu, Indonesia menangguhkan kerjasama militer dengan Australia terkait laporan negara itu menyadap sejumlah pembicaraan telpon pejabat Indonesia.