Badan antariksa Jepang telah mengalami serangkaian serangan siber sejak tahun lalu, namun informasi sensitif terkait roket dan satelit tidak terpengaruh. Lembaga tersebut saat ini terus menyelidiki dan mengambil tindakan pencegahan, kata para pejabat, Jumat (21/6)
Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi mengakui bahwa Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang, atau JAXA, telah mengalami "sejumlah" serangan siber sejak akhir tahun lalu.
JAXA telah menyelidiki sejauh mana para peretas berhasil mengakses ilegal sambil menutup jaringan-jaringan yang terdampak dan memverifikasi bahwa jaringan-jaringan tersebut tidak berisi informasi rahasia tentang operasi roket dan satelit serta keamanan nasional, katanya.
Hayashi berjanji untuk memperkuat kemampuan Jepang dalam melawan serangan siber.
Jepang telah mempercepat pembangunan militer sebagai respons terhadap meningkatnya kekuatan militer China dan berharap dapat mengembangkan kemampuan serangan balik, namun para ahli mengatakan Tokyo akan terus bergantung pada Amerika Serikat dalam meluncurkan rudal jelajah jarak jauh.
Para pejabat pada hari Jumat mengatakan mereka tidak mengetahui adanya kebocoran informasi dari serangan-serangan siber tersebut.
Menteri Pertahanan Minoru Kihara mengatakan kepada wartawan bahwa serangan terhadap JAXA tidak berdampak pada kementeriannya, namun ia terus mencermati penyelidikan yang dilakukan badan tersebut, yang merupakan salah satu kontraktor utama kementeriannya.
Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Masahito Moriyama juga mengatakan pada konferensi pers hari Jumat bahwa dia yakin tidak ada kerusakan nyata dari serangan-serangan siber tersebut.
Para pejabat mengatakan JAXA saat ini bekerja sama dengan tim keamanan siber pemerintah untuk melakukan tindakan pencegahan. [ab/lt]