Badan-badan intelijen Amerika menuduh Iran dan Rusia mencoba menggunakan data pendaftaran pemilih dalam "upaya yang sungguh-sungguh" untuk menyebar kekacauan dan kebingungan menjelang pemilihan presiden Amerika pada 3 November.
Direktur Intelijen Nasional John Ratcliffe mengumumkan itu dalam konferensi pers yang dilakukan dengan tergesa-gesa pada Rabu (21/10) malam. Ia berusaha meyakinkan orang Amerika dan berjanji akan memaksa negara manapun yang tertangkap ikut campur, untuk menanggung "biaya dan konsekuensi."
"Kami mengonfirmasi bahwa sebagian informasi pendaftaran pemilih telah diperoleh Iran, dan secara terpisah, oleh Rusia," katanya. Ia menambahkan kedua negara "telah mengambil tindakan khusus untuk memengaruhi opini publik terkait pilpres Amerika."
Ratcliffe tidak mengatakan bagaimana Rusia menggunakan informasi tersebut, tetapi menyalahkan aktor-aktor siber Iran yang berada di balik kegiatan itu dalam 24 jam sebelumnya. Ia mengatakan beberapa di antaranya tampaknya dirancang untuk merugikan Presiden Donald Trump.
BACA JUGA: Jubir Kremlin Sangkal Tuduhan AS soal Serangan di Dunia MayaKementerian luar negeri Iran, Rabu (21/10), menolak tuduhan Amerika itu dan menyebutnya "tidak berdasar." Mereka juga memanggil duta besar Swiss, yang mewakili kepentingan Amerika di Iran karena kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik.
Penyelidik melacak email-email, yang diduga berasal dari Proud Boys, kelompok sayap kanan yang mendukung presiden. Email-email itu dikirim ke pemilih di setidaknya empat negara bagian, mencakup Arizona, Alaska, Pennsylvania, dan Florida.
Para pemilih, umumnya terdaftar sebagai Demokrat, diberitahu untuk memilih Trump pada Hari Pemilihan. Kalau tidak, mereka akan "mengejar".
Perwakilan dari Proud Boys membantah terlibat.
Selain email-email itu, Ratcliffe mengatakan Iran juga bertanggung jawab atas pendistribusian video yang menyiratkan bahwa sebagian pemilih mungkin memberikan surat suara yang dicurangi. [ka/ab]