Protes damai mahasiswa di Bangladesh yang awalnya menentang sistem kuota pekerjaan pemerintah, berujung pada pemberontakan yang memaksa Perdana Menteri Sheikh Hasina mundur dan meninggalkan negara itu dengan helikopter.
Perdana menteri yang telah menjabat selama 15 tahun itu terpaksa harus mundur setelah pecahnya kerusuhan yang disertai kekerasan selama berminggu-minggu. Serangakain insiden itu menewaskan hampir 300 orang, menurut laporan media setempat.
Pemerintah berulang kali berupaya meredakan demonstrasi dengan berbagai cara: menggunakan peluru, penerapan jam malam, hingga pemutusan internet. Namun, tindakan keras ini justru menjadi bumerang, yang memicu kemarahan dan protes lebih lanjut.
Pada Senin (5/8), para pengunjuk rasa menentang keras pemberlakuan jam malam oleh pihak militer. Mereka berbaris menuju pusat ibu kota, menyusul kekerasan selama akhir pekan yang menewaskan puluhan orang. Ketika pasukan ditarik mundur dan akses internet pada akhirnya dipulihkan, puluhan ribu orang memilih turun ke jalan dan mulai merayakannya di jalan-jalan, sedangkan ribuan orang lainnya justru menyerbu kediaman resmi Perdana Menteri Sheikh Hasina.
Panglima Angkatan darat, Jenderal Waker-uz-Zaman mengatakan bahwa militer akan meminta arahan dari presiden untuk membentuk pemerintahan sementara. Dalam pidatonya pada Senin (5/8) petang, ia meminta publik untuk menjaga ketenangan.
Terkait dengan hal itu, berikut adalah hal-hal penting yang perlu diketahui:
Bagaimana aksi protes dimulai?
Aksi protes yang diikuti oleh ratusan ribu orang itu, dimulai pada Juli ketika para mahasiswa berdemonstrasi menentang sistem kuota kontroversial dalam alokasi pekerjaan pemerintah.
Peristiwa itu berubah menjadi kekerasan pada 15 Juli saat mahasiswa yang berunjuk rasa bentrok dengan otoritas keamanan dan aktivis pro-pemerintah,. Insiden bentrok itu mendorong pihak berwenang untuk membubarkan massa dengan menggunakan gas air mata, tembakan peluru karet, hingga menutup sekolah, serta memberlakukan jam malam dengan perintah tembak di tempat. Akses internet dan data seluler juga diputus.
Pemerintah mengatakan korban tewas hampir mencapai angka 150 orang pada bulan lalu, sementara media lokal melaporkan bahwa lebih dari 200 orang tewas.
Mengapa mereka melakukan aksi protes?
Pada awalnya, demonstrasi tersebut hanya bertujuan untuk menentang sistem kuota yang menyediakan hingga 30 persen pekerjaan pemerintah bagi anggota keluarga veteran yang bertempur dalam perang kemerdekaan Bangladesh saat melawan Pakistan pada 1971.
BACA JUGA: PM Bangladesh Hasina Mundur dan Melarikan Diri ke IndiaPara pengunjuk rasa mengatakan sistem tersebut diskriminatif dan hanya menguntungkan pendukung Partai Liga Awami. Partai itu adalah partai Perdana Menteri Sheikh Hasina, sekaligus partai yang memimpin gerakan kemerdekaan.
Kemarahan ini kemudian menyoroti kesulitan ekonomi yang dihadapi Bangladesh, dengan penurunan ekspor dan menipisnya cadangan devisa. Ada kekurangan pekerjaan berkualitas bagi lulusan muda, yang semakin banyak mencari pekerjaan di pemerintahan karena dianggap lebih stabil dan menguntungkan.
Saat kekerasan meningkat, Mahkamah Agung pada bulan lalu memutuskan bahwa kuota veteran harus dipotong menjadi 5 persen. Sebesar 93 persen pekerjaan akan dialokasikan berdasarkan prestasi. Sisa 2 persennya akan disisihkan untuk anggota kelompok etnis minoritas dan transgender serta para penyandang disabilitas.
Pemerintah menerima keputusan itu, dan memulihkan internet dengan harapan situasi akan membaik. Namun protes terus berlanjut, dengan tuntutan baru agar penyelidikan atas tindakan keras yang mematikan itu dilakukan, dan akhirnya agar Perdana Menteri Hasina dan kabinetnya mengundurkan diri.
Your browser doesn’t support HTML5
Lantas apa berikutnya?
Ribuan pengunjuk rasa merayakan kemenangannya di ibu kota, dengan melambaikan bendera Bangladesh saat berita itu tersiar. Sementara, ribuan lainnya menjarah kediaman resmi Perdana Menteri dan membawa berbagai perabotan bahkan ikan dari dapur. Namun setelah 15 tahun pemerintahannya, tidak jelas apa yang akan terjadi selanjutnya.
Jenderal Waker-uz-Zaman berjanji bahwa militer akan menarik mundur pasukannya dan menggelar penyelidikan terhadap tindakan keras mematikan yang memicu kemarahan terhadap pemerintah.
"Tetaplah percaya pada militer, kami akan menyelidiki semua pembunuhan dan menghukum yang bertanggung jawab," katanya. "Saya telah memerintahkan agar tidak ada tentara dan polisi yang terlibat dalam penembakan apa pun."
Ia meminta kesabaran publik pada saat pemerintahan sedang akan dibentuk.
“Sekarang, tugas para pelajar adalah tetap tenang dan membantu kami,” imbuhnya. [rz/ah]