Bagaimana Warga AS Atasi Stres akibat Pemilu?

Para pemilih AS memberikan suara mereka dalam pemungutan suara awal pemilu 2024 di TPS Brooklyn Museum di Brooklyn, New York City (foto: dok).

Menjelang hari pemilihan, rakyat Amerika benar-benar stres. Dihadapkan pada dua kandidat yang sangat berbeda dan visi mereka untuk masa depan negara itu, para pemilih bersiap menghadapi hasilnya, dan kemungkinan kerusuhan yang dapat terjadi.

Reuters berbicara dalam beberapa hari terakhir dengan para pemilih di tujuh negara bagian yang kompetitif, yang akan menentukan siapa presiden berikutnya. Kantor berita ini menemui para pemilih yang gelisah, khawatir tentang seperti apa negara AS jika kandidat pilihan mereka kalah. Khawatir pihak lain akan membuat masalah. Khawatir bahwa perpecahan politik bangsa hanya akan semakin dalam.

Beberapa orang beralih ke agama, beberapa yang lain ke yoga, berenang, atau angkat beban. Beberapa orang mengikuti berita dengan saksama, sementara yang lain mematikan TV dan ponsel pintar mereka untuk membenamkan diri membaca buku atau berjalan-jalan di luar ruangan.

Carley Kunkler, seorang instruktur kebugaran di Atlanta, Georgia, yang sebelumnya memilih Trump, berkata, “Habiskan waktu dengan orang-orang yang Anda cintai, lakukan kegiatan di luar ruangan, dan jangan gunakan ponsel. Itulah hal terpenting, jangan terlalu banyak duduk di depan TV dan mengonsumsi media.”

Banyak pemilih mengatakan kepada Reuters bahwa mereka khawatir tentang apa yang mungkin terjadi setelah pemilihan, terutama jika Trump kalah. Mereka takut akan gelombang tuntutan hukum dan sidang pengadilan, demonstrasi, bahkan kekerasan.

Your browser doesn’t support HTML5

Election Stress Disorder Landa Warga Amerika Jelang Pemilu

Sebuah jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dilakukan bulan lalu menemukan kekhawatiran yang meluas bahwa AS dapat mengulangi kerusuhan yang terjadi setelah kekalahan Trump dalam pemilu 2020. Kerusuhan terjadi setelah klaim palsu Trump saat itu, bahwa kekalahannya adalah hasil penipuan yang mendorong ribuan pengikutnya untuk menyerbu Gedung Capitol AS.

Sekitar 74 persen pemilih terdaftar yang menanggapi survei 16-21 Oktober - termasuk 90 persen dari Demokrat, 64 persen dari Republik, dan 77 persen dari independen. Mereka mengatakan khawatir para ekstremis akan melakukan tindakan kekerasan jika mereka tidak senang dengan hasil pemilihan.

Beberapa pemilih mengatakan dalam wawancara bahwa mereka mencoba menyalurkan kecemasan mereka dengan membantu agar kandidat mereka mendapatkan suara.

Ketika hasilnya mulai keluar pada Selasa, “Saya akan menonton dengan Xanax dan sebotol sauvignon blanc saya,” kata Gillian Marshall, pengemudi Lyft berusia 55 tahun di Scottsdale, Arizona.

Marshall, seorang Demokrat, menyuarakan sentimen yang hampir universal di seluruh perbedaan politik. “Saya hanya ingin mimpi buruk ini berakhir,” ujarnya. [ns/lt]