Empat bulan setelah pertempuran pecah di Juba, ibukota Sudan Selatan, Mine Action Service PBB atau (UNMAS) mengatakan, masih melakukan pembersihan alat peledak di sekitar kota itu dan bahwa situasi di seluruh negeri tetap kritis.
UNMAS, yang bertugas mengkoordinasikan pembersihan sisa-sisa bahan peledak perang (ERW) mengatakan, telah menemukan rata-rata 150 bahaya ledakan baru setiap bulan di Sudan Selatan, sejak konflik meletus Desember 2013.
Bahaya ledakan itu, kata UNMAS, semacam sisa-sisa kecil granat dan amunisi yang ditinggalkan oleh tentara atau ladang ranjau meliputi jutaan kaki persegi. Namun, kawasan yang ditaburi ranjau darat kurang dari setengah dari kawasan yang dikenal berbahaya di Sudan Selatan.
Seorang petugas program UNMAS di Juba, Kelly McAulay mengatakan, sebagian besar kecelakaan di Sudan Selatan yang melibatkan bahaya ledakan adalah dari peluru artileri yang tidak meledak, atau UXOs, termasuk granat atau peluru mortir.
Kecelakaan semacam itu sangat berdampak pada orang, khususnya pemuda dan anak laki-laki. Namun, jumlah korban umumnya rendah di Sudan Selatan - sekitar 50 per tahun. [ps/al]