Pengajaran bahasa Indonesia di kampus-kampus di Amerika sudah dimulai lebih dari 50 tahun lalu. Bahkan di Yale University, bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran di kampus yang terletak di New Haven, Connecticut, itu sejak tahun 1940, sebelum Republik Indonesia lahir.
Niniek Lunde sudah 34 tahun mengajar bahasa Indonesia. Sejak 1993 ia bergabung dengan University of California Berkeley, biasa disebut UC Berkeley. Ia tidak tahu pasti kapan mata pelajaran bahasa Indonesia diajarkan di kampus di San Fransisco tersebut.
“Seingat saya, tahun 68 sudah ada. Tetapi dulu, kalau tidak salah namanya ISI - Indonesian Studies Institute. Tetapi kemudian meluas karena ada bahasa Thai, bahasa Vietnam, akhirnya diubah menjadi South East Asian Studies dan sekarang digabung dengan South Asian studies, jadi nama departemennya South and South East Asian Studies.”
Cornell University di Ithaca, New York, mengajarkan bahasa Indonesia sejak 1960an. Sejak 2006, Jolanda Mendaun Pandin mengajar di sana. Kini ia dosen senior pada Departemen Kajian Asia. Ia menuturkan:
“Sejarahnya karena Amerika mau membangun kebijakan politik lunak. Jadi, tidak dengan perang atau cara lain untuk mengetahui daerah-daerah di Asia tenggara yang waktu itu dianggap rentan komunisme. Banyak usaha lewat pendidikan yang didukung pemerintah. Indonesia dianggap cukup rentan komunisme, jadi mereka ingin tahu seperti apa. Mereka membiayai penelitian yang diadakan di Indonesia.”
Pelajaran bahasa Indonesia umumnya ditawarkan setiap semester musim gugur dan musim semi. UC Berkeley mendapat 40-50 mahasiswa untuk setiap semester. Cornell, walau dikenal sebagai kampus dengan kajian Indonesia paling banyak, hanya mendapat belasan mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia.
“Cornell tidak mau mengadakan kelas besar. Betul-betul diusahakan kelas-kelas yang sangat intensif. Tidak lebih dari 12 orang. Pengalaman pribadi dengan mahasiswa, kedekatan dengan mahasiswa, bisa terjamin dengan kelas yang kecil.”
Your browser doesn’t support HTML5
Mahasiswa terbagi dalam kelas pemula sampai mahir. Mereka, kata Niniek maupun Jolanda, sangat tekun dan ada yang terus belajar sampai tiga tahun. Banyak siswa menilai belajar bahasa Indonesia: “Cukup mudah dan cepat dipelajari karena tata bahasanya juga tidak sesulit bahasa-bahasa lainnya karena, antara lain, tidak ada tenses," kata Niniek.
Pelajaran bahasa Indonesia diajarkan di 20 universitas besar di Amerika, beberapa dari mereka adalah kampus elit seperti Cornell, Yale, dan Harvard. Namun, menurut Jolanda, bahasa Indonesia tetap bukan bahasa yang popular, malah termasuk yang paling jarang diajarkan di Amerika.
Sebagai diaspora yang notabene adalah duta budaya Indonesia, Jolanda dan Niniek tidak hanya mendekatkan mahasiswa dengan Indonesia melalui bahasa, tetapi juga melalui masakan. Tiap akhir semester Jolanda biasanya membuat lima atau enam masakan Indonesia. Pada awal kelas, ia menyediakan kudapan.
“Kadang-kadang saya buat lemper, kadang-kadang saya buat pisang goreng. Ini perkenalan saja untuk mereka, apalagi mereka yang belum pernah," kata Jolanda.
Sedangkan Niniek membuka rumahnya setiap akhir pekan. Mahasiswa bisa belajar menari darinya sambil mencicipi hidangan Indonesia. [ka/ab]