Lembaga pencinta satwa mendesak pemerintah provinsi Bali menghentikan perdagangan penyu dan menutup tempat-tempat atraksi wisata penyu.
DENPASAR —
Lembaga pencinta satwa ProFauna Indonesia mendesak pemerintah provinsi Bali untuk menghentikan perdagangan penyu dan menutup tempat-tempat wisata yang menyajikan atraksi hewan yang dilindungi tersebut.
Koordinator ProFauna Bali Jatmiko Wiwoho, dalam keteranganya di sela-sela aksi damai untuk menuntut penghentian pembunuhan penyu di Denpasar, Rabu (19/6), mengungkapkan di tempat atraksi wisata penyu sering sekali dijumpai penyu diangkat dari kolam, ditarik-tarik dan diduduki untuk berfoto bersama dengan wisatawan.
Padahal tindakan tersebut dapat menyebabkan penyu mengalami stress, ujarnya. Apalagi dalam satu hari, satu tempat atraksi wisata penyu dikunjungi oleh sekitar 100 hingga 400 wisatawan, kata Jatmiko. Belum lagi, tambahnya, tidak menutup kemungkinan penyu tersebut diambil dari alam dan bukan dari hasil budidaya.
Selain itu, ujar Jatmiko, ada atraksi pelepasan tukik atau anak penyu ke laut lepas, yang melibatkan wisatawan untuk melepas tukik dengan syarat membayar sejumah uang dengan kedok donasi atau sumbangan sukarela
“Mereka itu melepas penyu ke laut, padahal asal telurnya sendiri, asal penyunya sendiri bukan berasal dari tempat penyu itu dilepaskan. Idealnya, di mana penyu itu mendarat, di situ penyu itu harus dilepaskan,” ujarnya.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali Made Gunadja mengatakan akan memperketat pengawasan terhadap atraksi penyu. Selama ini atraksi wisata penyu dibiarkan karena menggunakan penyu yang berasal dari hasil budidaya, bukan hasil dari penangkapan di alam, ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kesatuan Perlindungan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Dewa Nyoman Gede Yoga memastikan, penyu-penyu yang digunakan dalam atraksi penyu di tempat atraksi wisata penyu di Bali semuanya menggunakan penyu hasil budidaya. Walaupun ada beberapa penyu hasil sitaan BKSDA yang dititipkan di tempat-tempat atraksi wisata penyu.
“Kemudian ada juga yang digunakan itu hasil sitaan yang dititipkan, itu bisa dimanfaatkan, karena dilihat dari karakter satwa itu sendiri, kalau tidak memungkinkan untuk dilepas harus dititip dulu di lembaga konservasi,” ujarnya.
Berdasarkan data BKSDA Bali di Bali, terdapat tiga taman konservasi penyu yang juga menyajikan atraksi penyu yaitu PT. Citra Taman Penyu Serangan, Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu Serangan dan Kelompok Pelestari Penyu Tanjung Benoa.
Data dari lembaga lingkungan hidup WWF menunjukkan Indonesia adalah rumah bagi enam dari tujuh spesies penyu di dunia. Namun, populasi enam spesies penyu laut tercantum sebagai yang rentan, terancam, atau sangat terancam. Ancaman utama yang dihadapi oleh penyu laut mencakup hancurnya habitat dan tempat bersarang, penangkapan, perdagangan ilegal dan eksploitasi yang membahayakan lingkungan.
Koordinator ProFauna Bali Jatmiko Wiwoho, dalam keteranganya di sela-sela aksi damai untuk menuntut penghentian pembunuhan penyu di Denpasar, Rabu (19/6), mengungkapkan di tempat atraksi wisata penyu sering sekali dijumpai penyu diangkat dari kolam, ditarik-tarik dan diduduki untuk berfoto bersama dengan wisatawan.
Padahal tindakan tersebut dapat menyebabkan penyu mengalami stress, ujarnya. Apalagi dalam satu hari, satu tempat atraksi wisata penyu dikunjungi oleh sekitar 100 hingga 400 wisatawan, kata Jatmiko. Belum lagi, tambahnya, tidak menutup kemungkinan penyu tersebut diambil dari alam dan bukan dari hasil budidaya.
Selain itu, ujar Jatmiko, ada atraksi pelepasan tukik atau anak penyu ke laut lepas, yang melibatkan wisatawan untuk melepas tukik dengan syarat membayar sejumah uang dengan kedok donasi atau sumbangan sukarela
“Mereka itu melepas penyu ke laut, padahal asal telurnya sendiri, asal penyunya sendiri bukan berasal dari tempat penyu itu dilepaskan. Idealnya, di mana penyu itu mendarat, di situ penyu itu harus dilepaskan,” ujarnya.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali Made Gunadja mengatakan akan memperketat pengawasan terhadap atraksi penyu. Selama ini atraksi wisata penyu dibiarkan karena menggunakan penyu yang berasal dari hasil budidaya, bukan hasil dari penangkapan di alam, ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kesatuan Perlindungan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Dewa Nyoman Gede Yoga memastikan, penyu-penyu yang digunakan dalam atraksi penyu di tempat atraksi wisata penyu di Bali semuanya menggunakan penyu hasil budidaya. Walaupun ada beberapa penyu hasil sitaan BKSDA yang dititipkan di tempat-tempat atraksi wisata penyu.
“Kemudian ada juga yang digunakan itu hasil sitaan yang dititipkan, itu bisa dimanfaatkan, karena dilihat dari karakter satwa itu sendiri, kalau tidak memungkinkan untuk dilepas harus dititip dulu di lembaga konservasi,” ujarnya.
Berdasarkan data BKSDA Bali di Bali, terdapat tiga taman konservasi penyu yang juga menyajikan atraksi penyu yaitu PT. Citra Taman Penyu Serangan, Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu Serangan dan Kelompok Pelestari Penyu Tanjung Benoa.
Data dari lembaga lingkungan hidup WWF menunjukkan Indonesia adalah rumah bagi enam dari tujuh spesies penyu di dunia. Namun, populasi enam spesies penyu laut tercantum sebagai yang rentan, terancam, atau sangat terancam. Ancaman utama yang dihadapi oleh penyu laut mencakup hancurnya habitat dan tempat bersarang, penangkapan, perdagangan ilegal dan eksploitasi yang membahayakan lingkungan.