Mayat 34 pengungsi Rohingya, yang melarikan diri dari Myanmar yang dilanda perang namun kemudian tenggelam ketika perahu mereka yang penuh sesak karam sewaktu menyeberangi sungai di Bangladesh, telah ditemukan, kata seorang pejabat tinggi pemerintah setempat, Kamis (8/8).
Para pengungsi lain yang melarikan diri dari konflik sengit di Myanmar menggambarkan pemandangan “pertumpahan darah” yang mengerikan sewaktu ribuan orang berusaha melarikan diri.
Kapal itu tenggelam hari Selasa. Ketika itu, mayat 10 orang, termasuk anak-anak kecil, ditemukan pada awalnya.
Tetapi setelah itu lebih banyak lagi mayat yang terdampar di pesisir, sehingga total korban tewas mencapai 34 orang.
Polisi mengatakan kelompok pengungsi itu telah meninggalkan desa-desa mereka di negara bagian Rakhine, Myanmar, dan perahu kecil mereka tenggelam di Sungai Naf, di dekat Pulau Shahpari, Bangladesh.
Adnan Chowdhury, administrator kota perbatasan Teknaf, Bangladesh, mengatakan, perahu itu membawa Muslim Rohingya dari Myanmar.
Anggota dewan setempat Abdus Salam mengatakan mayat-mayat yang ditemukan kemudian dikuburkan. "Orang-orang Rohingya lari bersama nyawa mereka dari Myanmar,” ujarnya.
Sedikitnya 1.000 orang Rohingya telah melarikan diri dari perang di negara bagian Rakhine, Myanmar, ke Bangladesh dalam beberapa pekan terakhir, kata Chowdhury.
Bentrokan telah mengguncang Rakhine sejak Tentara Arakan (AA) menyerang pasukan junta pada bulan November, mengakhiri gencatan senjata yang sebagian besar ditegakkan sejak kudeta militer tahun 2021.
Bangladesh dihuni oleh sekitar satu juta pengungsi Rohingya, kebanyakan melarikan diri dari Rakhine pada 2017 setelah penindakan keras oleh militer. Tindakan keras militer itu kini menjadi subjek penyelidikan genosida di sebuah mahkamah PBB.
Abdul Kalam, 35, seorang pengungsi Rohingya, tiba dengan kapal yang berbeda pada hari Rabu setelah meninggalkan kota Maungdaw di Rakhine. Ia mengatakan ribuan orang sedang berusaha melarikan diri.
"Tentara Arakan membunuh kami .. mereka ingin mengusir kami keluar dari Rakhine,” katanya. “Saya melihat banyak pertumpahan darah. Mereka membunuh Rohingya.”
Chowdhury mengatakan pencarian mayat telah tertunda oleh kerusuhan di Bangladesh setelah protes yang dipimpin mahasiswa selama berpekan-pekan menggulingkan perdana menteri pada hari Senin.
“Kami tidak dapat mengirimkan petugas keamanan kami ke lokasi kecelakaan, karena mereka sedang sibuk menanggulangi bentrokan politik,” kata Chowdhury kepada AFP. [uh/ab]