Indonesia dinilai memiliki upaya yang baik dalam menghadapi krisis finansial, namun belum konsisten menerapkan manajemen resiko dalam menghadapi krisis.
JAKARTA —
Dalam paparannya di Jakarta, Kamis (24/4), Direktur Laporan Perkembangan Dunia dari Bank Dunia, Norman Loayza mengatakan, Indonesia memiliki upaya yang baik dalam menghadapi krisis finansial, yang sudah terbukti ketika beberapa kali ketika Indonesia menghadapi dampak krisis finansial global.
Namun Loayza berpendapat, Indonesia masih lemah dalam hal manajemen risiko untuk menghadapi krisis sehingga Indonesia belum mampu menghindar dari inflasi tinggi serta penurunan cadangan devisa.
Padahal menurutnya, dua komponen tersebut sangat rentan dalam menghadapi krisis finansial global. Untuk mengelolanya dengan baik, pemerintah Indonesia harus memperhatikan beberapa aspek yaitu pendidikan, kesehatan serta perbaikan sektor ekonomi, seperti infrastruktur, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta pertanian.
Ia juga menilai, selain menghindarkan masyarakat dan negara dari krisis, pengelolaan manajemen risiko dengan baik dapat mendorong masyarakat menjadi lebih kreatif, inovatif serta menciptakan kesempatan-kesempatan baru dalam menjalankan kehidupan. Upaya tersebut, ditegaskannya, juga mampu menekan angka kemiskinan.
Pada kesempatan sama, Suahasil Nazara dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), mengatakan pemerintah terus berupaya menekan angka kemiskinan. Ia mengakui mengelola manajmen risiko dengan baik merupakan salah satu cara menurunkan angka kemiskinan.
Suahasil juga menambahkan, pemerintah dan TNP2K berupaya merespon cepat rekomendasi dari hasil penelitian terkait kemiskinan yang dilakukan lembaga-lembaga asing, termasuk Bank Dunia.
Laporan Bank Dunia mencatat, dalam 25 tahun terakhir dunia telah mengalami berbagai perubahan dan banyak mengarah ke perbaikan sehingga terbentuk serangkaian peluang.
Namun hadirnya berbagai peluang tersebut juga dibarengi oleh berbagai resiko mulai dari kemungkinan hilangnya kesempatan kerja, meningkatnya kejahatan dan penyakit, perusakan lingkungan dan keresahan sosial. Jika resiko-resiko tersebut diabaikan, menurut Bank Dunia akan mengancam tidak tercapainya target berbagai sektor, bahkan menambah angka kemiskinan.
Namun Loayza berpendapat, Indonesia masih lemah dalam hal manajemen risiko untuk menghadapi krisis sehingga Indonesia belum mampu menghindar dari inflasi tinggi serta penurunan cadangan devisa.
Padahal menurutnya, dua komponen tersebut sangat rentan dalam menghadapi krisis finansial global. Untuk mengelolanya dengan baik, pemerintah Indonesia harus memperhatikan beberapa aspek yaitu pendidikan, kesehatan serta perbaikan sektor ekonomi, seperti infrastruktur, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta pertanian.
Ia juga menilai, selain menghindarkan masyarakat dan negara dari krisis, pengelolaan manajemen risiko dengan baik dapat mendorong masyarakat menjadi lebih kreatif, inovatif serta menciptakan kesempatan-kesempatan baru dalam menjalankan kehidupan. Upaya tersebut, ditegaskannya, juga mampu menekan angka kemiskinan.
Pada kesempatan sama, Suahasil Nazara dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), mengatakan pemerintah terus berupaya menekan angka kemiskinan. Ia mengakui mengelola manajmen risiko dengan baik merupakan salah satu cara menurunkan angka kemiskinan.
Suahasil juga menambahkan, pemerintah dan TNP2K berupaya merespon cepat rekomendasi dari hasil penelitian terkait kemiskinan yang dilakukan lembaga-lembaga asing, termasuk Bank Dunia.
Laporan Bank Dunia mencatat, dalam 25 tahun terakhir dunia telah mengalami berbagai perubahan dan banyak mengarah ke perbaikan sehingga terbentuk serangkaian peluang.
Namun hadirnya berbagai peluang tersebut juga dibarengi oleh berbagai resiko mulai dari kemungkinan hilangnya kesempatan kerja, meningkatnya kejahatan dan penyakit, perusakan lingkungan dan keresahan sosial. Jika resiko-resiko tersebut diabaikan, menurut Bank Dunia akan mengancam tidak tercapainya target berbagai sektor, bahkan menambah angka kemiskinan.