Percepatan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara dan Asia Selatan dapat membantu mengatasi momentum yang melamban di China tetapi ini mengharuskan investasi yang pintar dalam infrastruktur dan teknologi, kata presiden Bank Pembangunan Asia (ADB), Sabtu (6/5) ketika kreditor kawasan itu memulai rapat dewan gubernurnya.
Presiden ADB Takehiko Nakao dan para pemimpin lain kreditor kawasan itu mengatakan investasi sebaiknya dipusatkan pada proyek-proyek bermutu tinggi dan teknologi harus disediakan bagi semua sementara negara-negara menghemat untuk menutupi kekurangan dalam pengeluaran yang dibutuhkan, kata mereka.
Nakao mengatakan ia optimistis mengenai prospek Asia, yang menghasilkan kira-kira separuh pertumbuhan ekonomi dunia. Pertumbuhan pada umunnya diperkirakan 5,7 persen tahun 2017 dan ekonomi India, Bangladesh, Indonesia, Myanmar, Filipina dan Vietnam sedang menguat.
Keadaan yang tidak disebut yang melatarbelakangi pertemuan itu adalah peran Jepang yang terus menguat dalam ADB pada waktu ketika pemerintahan Presiden Amerika Donald Trump telah mengambil kebijakan “mengutamakan Amerika” dan China tetap meneruskan prakarsa infrastrukturnya sendiri.
Dalam pembukaan pertemuan itu di kota pelabuhan Yokohama, Menteri Keuangan Jepang Taro Aso mengatakan Jepang, donor terbesar Bank Pembangunan Asia (ADB) itu, akan menyumbang $40 juta untuk dana mempromosikan penggunaan teknologi tinggi.
Aso mengatakan bahwa sementara ADB yang berbasis di Manila, Filipina, itu memperingati ulang-tahunnya yang ke-50, bank tersebut sebaiknya menempuh strategi yang kuat untuk memastikan agar ADB tetap sebagai lembaga yang sangat relevan sekarang ini ketika kebutuhan investasi dalam infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, sanitasi, jalan-jalan dan pelabuhan sedang bertumbuh dalam kuantitas dan kualitas.
ADB memperkirakan lebih dari $26 triliun dibutuhkan untuk pelabuhan, tenaga listrik, air dan infrastruktur lain di kawasan itu sebelum tahun 2030 atau lebih dari $1,7 triliun setahun. Tingkat pengeluaran sekarang untuk infrastruktur adalah dibawah $900 milyar.
Aso mengatakan ADB harus pada umumnya memprioritaskan negara-negara yang lebih miskin dalam mengalokasi keuangannya sementara membantu negara-negara “berpenghasilan menengah-atas” dengan keakhlian dalam bidang-bidang seperti perlindungan lingkungan. [gp]