Lockdown dua tahap di Shanghai yang berpenduduk 26 juta menguji strategi “nol COVID” China yang keras, yang mengguncang pasar hingga jauh keluar batas-batas negara itu.
Kota terbesar China itu hari Senin memasuki hari kedua dari tahap pertama lockdown, yang meliputi distrik finansial Pudong dan daerah-daerah sekitarnya di sisi timur Sungai Huangpu yang membelah pusat keuangan, manufaktur dan perdagangan China itu.
Dengan dihentikannya transportasi umum serta ditutupnya jembatan dan terowongan penghubung, jalan-jalan kota yang biasanya ramai termasuk tepi sungai Bund yang terkenal, menjadi luar biasa sepi.
Subvarian baru omicron BA.2 secara luas dituding sebagai penyebab lonjakan kasus baru di Shanghai. Kota ini relatif sedikit saja terdampak pandemi virus corona yang pertama kali dideteksi di kota Wuhan, China Tengah, pada akhir 2019.
Langkah-langkah mengurung warga Pudong di rumah mereka, menutup bisnis nonesensial dan mewajibkan tes massal dijadwalkan berakhir pada hari Jumat. Ketika itu, daerah Puxi yang luas di sisi lain Huangpu akan menjalani lockdown.
Shanghai mencatat 4.477 kasus baru hari Senin, semua, kecuali 95 di antaranya, tanpa gejala. Meskipun terjadi lonjakan secara nasional, jumlah kematian baru akibat COVID-19 tetap rendah. Tercatat dua lagi kematian pada 20 Maret sehingga totalnya menjadi 4.638.
Lockdown di Shanghai akan menjadi upaya terbesar di kota manapun dalam upaya China melawan virus corona.
Meskipun ada seruan untuk mengambil pendekatan yang lebih terarah dan melakukan beberapa penyesuaian terhadap sistem itu, kondisi di Shanghai menunjukkan pemerintah terus mengandalkan langkah-langkah ekstrem, tanpa peduli berapapun biaya sosial dan ekonominya.
Pihak berwenang menyatakan pendekatan dua tahap dirancang untuk mengurangi kekacauan, dan tidak seperti situasi pada masa lalu, tanggal pasti mengenai berakhirnya lockdown telah ditetapkan di Shanghai.
Para pasien tanpa gejala dikarantinakan di fasilitas-fasilitas di luar rumah sakit untuk mengurangi keterbatasan sumber daya medis. [uh/ab]