Masih banyak perbedaan pendapat dalam "Konsultasi di Shanghai" antara tokoh-tokoh politik Hong Kong dengan para pejabat China mengenai rencana pemilu di Hong Kong mulai tahun 2017 mendatang.
HONG KONG —
China telah berjanji kepada warga Hong Kong bahwa mereka akan bisa memilih langsung pemimpin eksekutif wilayah itu pada tahun 2017,dan parlemennya tahun 2020.
Tetapi sementara batas waktu semakin dekat bagi penggunaan hak pilih universal, peraturan mengenai bagaimana rakyat memberikan suara masih menimbulkan perbedaan pendapat Konsultasi di Shanghai antara tokoh-tokoh politik Hong Kong dengan, para pejabat China berakhir dengan sebagian warga Hong Kong pro Demokrasi menolak ikut dalam perundingan.
Pertemuan di Shanghai itu merupakan bagian dari perundingan untuk mempersiapkan peraturan mengenai bagaimana Hong Kong akan menyelenggarakan pemilihan tahun 2017.
Perdebatan mengenai rincian masalah itu membuat para politisi Hong Kong terpecah, khususnya di kamp pro demokrasi di mana beberapa anggota parlemen berkeras menghendaki nominasi kandidat oleh pemilih atau partai yang ditolak keras oleh Beijing.
Pembuat undang-undang Pan-Demokrat Ronny Tong mengatakan bahwa 14 dari 27 anggota parlemen Hong Kong di kampnya telah sepakat untuk pergi ke Sanghai untuk berkonsultasi .
“Pada saat kedatangan rombongan pertama, salah seorang anggota parlemen didapati memiliki materi tanggal 4 Juni mengenai penumpasan demonstran di Lapangan Tiananmen tahun 1989, yang dianggap sebagai barang ilegal oleh pabean China . Mereka telah berusaha membujuk anggota Parlemen Leung agar tidak membawa dokumen itu, tetapi Leung menolaknya sehingga ia harus kembali ke Hong Kong dan tidak sampai ke Shanghai,” kata Tong.
Anggota Parlemen lain dari golongan pro demokrasi memboikot pertemuan itu sebagai cara menunjukkan dukungan untuk Leung. Tong adalah salah seorang dari 10 orang yang akhirnya hadir dalam pertemuan dengan para pejabat Beijing.
Tong menambahkan, “Saya rasa pertemuan berlangsung dalam suasana ramah. Masing-masing pihak mengemukakan pendapat dan argumen pendukung mengenai sikap masing-masing. Tidak ada konsensus baru yang dicapai, dan tidak ada yang mengharapkan bahwa isu serumit reformasi ke arah demokrasi di Hong Kong akan bisa diselesaikan dalam satu pertemuan”.
Beijing telah menjelaskan tidak ingin rakyat Hong Kong memilih langsung para kandidat untuk jabatan pemimpin eksekutif.
Alih-alih, pihak berwenang menghendaki apa yang mereka sebut komite pencalonan yang anggotanya mewakili banyak pihak “untuk memilih para kandidat untuk bertarung dalam pemilihan umum.
Pihak berwenang di Beijing mengatakan, pengaturan seperti itu disasarkan pada Hukum Dasar, konstitusi mini Hong Kong yang diberlakukan setelah penyerahan kota itu kepada Beijing tahun 1997.
Tetapi sebagian kaum demokrat di Hong Kong takut ketetapan semacam itu akan membuat para politisi yang bersikap mengecam Beijing akan tersingkir.
Mereka mendesakkan pemilihan kandidat yang lebih demokratis, termasuk memberi rakyat dan partai-partai di Hong Kong hak untuk mengajukan nama-nama calon.
Wong Yiu Chung, seorang guru besar ilmu politik di Universitas Lingnan di Hong Kong, mengatakan, meskipun pertemuan di Shanghai merupakan usaha pertama untuk berkompromi, perbedaan pendapat masih sangat besar.
Wong mengatakan, “Kedua pihak memiliki definisi sendiri-sendiri mengenai hak pilih universal, jadi sulit bagi mereka untuk membicarakan masalah itu. Tetapi ini adalah langkah pertama”.
Sejumlah anggota pan-demokrat, termasuk Leung Kwok-hung, anggota parlemen Hong Kong yang ditolak di bandara Shanghai Jumat malam, mengatakan, mereka berminat untuk menghadiri pertemuan selanjutnya di Hong Kong yang diusulkan oleh para pejabat China daratan.
Konsultasi umum selama lima bulan sedang berlangsung di Hong Kong, dan mungkin memberikan lebih banyak informasi tentang pendapat umum mengenai rencana yang diusulkan sebegitu jauh.
(Rebecca Valli/VOA).
Tetapi sementara batas waktu semakin dekat bagi penggunaan hak pilih universal, peraturan mengenai bagaimana rakyat memberikan suara masih menimbulkan perbedaan pendapat Konsultasi di Shanghai antara tokoh-tokoh politik Hong Kong dengan, para pejabat China berakhir dengan sebagian warga Hong Kong pro Demokrasi menolak ikut dalam perundingan.
Pertemuan di Shanghai itu merupakan bagian dari perundingan untuk mempersiapkan peraturan mengenai bagaimana Hong Kong akan menyelenggarakan pemilihan tahun 2017.
Perdebatan mengenai rincian masalah itu membuat para politisi Hong Kong terpecah, khususnya di kamp pro demokrasi di mana beberapa anggota parlemen berkeras menghendaki nominasi kandidat oleh pemilih atau partai yang ditolak keras oleh Beijing.
Pembuat undang-undang Pan-Demokrat Ronny Tong mengatakan bahwa 14 dari 27 anggota parlemen Hong Kong di kampnya telah sepakat untuk pergi ke Sanghai untuk berkonsultasi .
“Pada saat kedatangan rombongan pertama, salah seorang anggota parlemen didapati memiliki materi tanggal 4 Juni mengenai penumpasan demonstran di Lapangan Tiananmen tahun 1989, yang dianggap sebagai barang ilegal oleh pabean China . Mereka telah berusaha membujuk anggota Parlemen Leung agar tidak membawa dokumen itu, tetapi Leung menolaknya sehingga ia harus kembali ke Hong Kong dan tidak sampai ke Shanghai,” kata Tong.
Anggota Parlemen lain dari golongan pro demokrasi memboikot pertemuan itu sebagai cara menunjukkan dukungan untuk Leung. Tong adalah salah seorang dari 10 orang yang akhirnya hadir dalam pertemuan dengan para pejabat Beijing.
Tong menambahkan, “Saya rasa pertemuan berlangsung dalam suasana ramah. Masing-masing pihak mengemukakan pendapat dan argumen pendukung mengenai sikap masing-masing. Tidak ada konsensus baru yang dicapai, dan tidak ada yang mengharapkan bahwa isu serumit reformasi ke arah demokrasi di Hong Kong akan bisa diselesaikan dalam satu pertemuan”.
Beijing telah menjelaskan tidak ingin rakyat Hong Kong memilih langsung para kandidat untuk jabatan pemimpin eksekutif.
Alih-alih, pihak berwenang menghendaki apa yang mereka sebut komite pencalonan yang anggotanya mewakili banyak pihak “untuk memilih para kandidat untuk bertarung dalam pemilihan umum.
Pihak berwenang di Beijing mengatakan, pengaturan seperti itu disasarkan pada Hukum Dasar, konstitusi mini Hong Kong yang diberlakukan setelah penyerahan kota itu kepada Beijing tahun 1997.
Tetapi sebagian kaum demokrat di Hong Kong takut ketetapan semacam itu akan membuat para politisi yang bersikap mengecam Beijing akan tersingkir.
Mereka mendesakkan pemilihan kandidat yang lebih demokratis, termasuk memberi rakyat dan partai-partai di Hong Kong hak untuk mengajukan nama-nama calon.
Wong Yiu Chung, seorang guru besar ilmu politik di Universitas Lingnan di Hong Kong, mengatakan, meskipun pertemuan di Shanghai merupakan usaha pertama untuk berkompromi, perbedaan pendapat masih sangat besar.
Wong mengatakan, “Kedua pihak memiliki definisi sendiri-sendiri mengenai hak pilih universal, jadi sulit bagi mereka untuk membicarakan masalah itu. Tetapi ini adalah langkah pertama”.
Sejumlah anggota pan-demokrat, termasuk Leung Kwok-hung, anggota parlemen Hong Kong yang ditolak di bandara Shanghai Jumat malam, mengatakan, mereka berminat untuk menghadiri pertemuan selanjutnya di Hong Kong yang diusulkan oleh para pejabat China daratan.
Konsultasi umum selama lima bulan sedang berlangsung di Hong Kong, dan mungkin memberikan lebih banyak informasi tentang pendapat umum mengenai rencana yang diusulkan sebegitu jauh.
(Rebecca Valli/VOA).