Sejumlah mahasiswa di Kashmir mengatakan, mereka akhirnya mendapati tempat yang aman untuk belajar setelah kampus mereka ditutup oleh pemerintah India dan wabah Covid-19. Pelajaran matematika yang diberikan secara gratis di udara terbuka itu telah menjadi tempat untuk menghilangkan perasaan stress mereka.
Sekolah-sekolah di wilayah Kashmir yang dikuasai India, ditutup bulan Agustus tahun lalu menyusul munculnya kekacauan politik. Kampus dibuka kembali pada akhir Februari lalu namun ditutup segera akibat pandemi virus corona.
Para mahasiswa mengalami kesulitan untuk mengejar pelajaran lewat kelas daring karena jaringan komunikasi yang terbatas yaitu 2G atau 3G.
Banyak mahasiswa yang merasa cemas dan depresi tentang masa depan mereka. Kini mereka menemukan tempat yang aman untuk belajar matematika, yaitu di sebuah lapangan terbuka di Srinagar, yang biasa digunakan untuk sholat bersama. Mereka tetap memakai masker saat mengikuti kelas di udara terbuka dan duduk dalam jarak yang aman antara satu sama lain.
Kelas matematika itu diajar oleh Muneer Alam, insinyur yang telah mengajar di Srinagar lebih dari satu dekade. Ia mengatakan, "Mahasiswa di kawasan Kashmir ini menderita trauma kejiwaan. Mereka mengalami trauma. Mereka ini sebenarnya pasien. Mereka adalah pasien yang mengidap depresi. Penyebab utamanya adalah, mereka anak-anak yang mengalami kekacauan pada tahun 2008, 2010, banjir tahun 2014 dan 2016 dan pada tahun 2019, pencabutan pasal 370."
Your browser doesn’t support HTML5
Lebih dari tujuh juta warga di kawasan itu dipaksa untuk tinggal di dalam rumah ketika India mencabut hak semi-otonomi Kashmir untuk meredakan kerusuhan politik.
Lebih dari satu juta murid di 13.800 sekolah dan universitas, tidak dapat pergi ke sekolah dalam jangka waktu hampir satu tahun. Alam mengatakan, ini berarti murid-murid di kawasan itu telah ketinggalan pelajaran.
"Sejak bulan Agustus tahun lalu hingga kini, kami belum memberikan kepada mereka, kurikulum selama 15 hari. Jadi hal utamanya adalah, untuk membantu mahasiswa mengatasi rasa depresi mereka."
Para murid di kelas Alam mengatakan, mereka dapat merasakan kelas yang berjalan normal, termasuk dapat bertemu dengan teman-teman. Eesa Imtiyaz Baba, 18 tahun, salah seorang murid, mengungkapkan, pembatasan internet telah membuat kelas daring menjadi mustahil untuk dilakukan.
"Kami dulu terbiasa mengikuti pelajaran secara daring dan karena adanya pembatasan internet, kami tidak dapat memahami pelajaran itu dengan baik. Sangat sulit untuk memahami pelajaran dengan sambungan internet yang lamban. Jadi kelas di udara terbuka ini membantu kami mengatasi masalah lockdown," jelasnya.
Kelas semacam itu membuat Saima Hamid dapat bertemu dengan teman-temannya, sekaligus meredakan kecemasan dan depresi yang dirasakannya. "Ini memberikan kami secercah harapan bahwa kami dapat melakukan yang lebih baik di masa depan dan ini tentu saja sangat bermanfaat bagi kami," kata Saima. [lj/ab]