Beragam Reaksi Warga Afrika Tanggapi Kehadiran China

Pengendara sepeda motor melewati pembangunan jalan layang "Nairobi Expressway" yang dibangun dengan bantuan pemerintah China di Nairobi, Kenya (foto: dok).

China tengah mentransformasi Kenya dan seluruh Afrika lewat proyek-proyek infrastruktur dan investasinya. Banyak warga Afrika yang menyambut baik perkembangan tersebut, sementara sisanya khawatir akan motif Beijing dan dampak jangka panjang proyek-proyek itu terhadap negara masing-masing.

Dengan masuknya tenaga kerja sementara asal China melalui Prakarsa Sabuk dan Jalan China (Belt and Road Initiative), kini berbagai kawasan, seperti Kilimani di Nairobi, ibu kota Kenya, dipenuhi papan-papan iklan berbahasa Mandarin yang memasarkan kasino, tempat karaoke hingga klinik-klinik pengobatan tradisional China. Kawasan-kawasan itu belum secara resmi dijuluki “Pecinan.”

BACA JUGA: Ekonomi China Bisa Menyalip AS pada 2030

Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengunjungi negara-negara Afrika timur, seperti Kenya, Eritrea dan Komoro, pada 4-7 Januari 2022. Upaya Wang untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara itu mendukung cita-cita Prakarsa Sabuk dan Jalan China untuk meningkatkan perdagangan jalur darat dan laut China di Asia, Eropa dan Afrika.

Pandangan Positif

Sebagian besar pandangan warga Afrika terhadap para pendatang dari Asia cukup positif.

Survei yang digelar belum lama ini oleh Afrobarometer di 34 negara Afrika sejak 2019 hingga 2020 menunjukkan, meski sebagian pihak khawatir akan besarnya utang kepada China, 63% warga memandang China sebagai pengaruh luar yang positif terhadap benua tersebut. Sebagai perbandingan, 60% memandang AS sebagai pengaruh positif, lebih tinggi daripada badan-badan PBB pada angka 57%.

Kehadiran China bisa dilihat di seluruh Nairobi. Proyek konstruksi ada di mana-mana. Setiap kawasan tampak berubah dengan hadirnya gedung-gedung apartemen dan mal yang dibangun dalam hitungan bulan, bahkan minggu. Banyak warga Kenya mengatakan bahwa Chinalah yang bertanggung jawab atas sebagian besar perkembangan tersebut.

Presiden China Xi Jinping (tampak di layar) memberikan pidato pada KTT China-Afrika di Dakar, Senegal, akhir November lalu (foto: dok).

Kehadiran China di Kenya adalah hal yang positif, kata Tyson Nuthu, warga yang bekerja di sasana panjat tebing Climb Bluesky.

“Masalah lalu lintas selalu menjadi keluhan kami. Proyek seperti Bypass Barat Nairobi mengatasi masalah itu. Berkendara ke Lukenya (tebing terdekat di Nairobi) terasa lebih baik sejak Jalan Mombasa hampir rampung dibangun,” katanya dalam wawacara telepon dengan VOA. “Plus, saya rasa melihat etos kerja yang berbeda akan berdampak positif bagi warga Kenya. Hal itu bisa sedikit meningkatkan persaingan.”

Saat memberikan sambulan bulan lalu di lokasi jalan tol Nairobi Expressway, proyek infrastruktur yang didukung China, Presiden Kenya Uhuru Kenyatta mengatakan hubungan negaranya dengan China “sama-sama menguntungkan.” Ia mengatakan, infrastruktur yang lebih baik akan meringankan kehidupan masyarakat dan menjadi “kunci” perekonomian Kenya.

Kritik Terhadap Kehadiran China

Meski demikian, selama bertahun-tahun, para pengamat berspekulasi tentang niat China di benua Afrika. Beberapa menyebutnya sebagai niat “jahat.” Pada 2011, menteri luar negeri AS saat itu, Hillary Clinton, menggambarkan tindakan China sebagai “kolonialisme baru.”

Kesepakatan insfrastruktur China sendiri bersifat rahasia dan buruk bagi perekonomian lokal, kata beberapa kritikus.

Laura Otieno, insinyur sipil di Nairobi Western Bypass, yang mengatasi kemacetan lalu lintas di ibu kota, kebanyakan bekerja bersama perusahaan-perusahaan China. Dalam wawancara dengan VOA, ia mengaku dirinya butuh waktu untuk mengatasi perbedaan budaya dan hambatan bahasa saat bekerja dengan para pekerja asal China.

Gedung yang dibangun oleh salah satu BUMN China di Universitas Nairobi, Kenya (foto: dok).

“Pada dasarnya kami akur,” kata Orieno. “Tapi yang saya tidak suka adalah kami merayakan hari raya mereka, misalnya Tahun Baru Imlek. Kenapa kami harus melakukannya? Kami ada di Kenya.”

Sementara itu, Paul Chepsoi, direktur program Dewan Kesejahteraan Endorois, organisasi HAM berbasis masyarakat di Nakuru, meragukan niat China di luar negeri.

“Saya pernah menghadiri pertemuan, di mana hadir pula seorang investor China,” kata Chepsoi kepada VOA melalui email. “Pada titik tertentu, saya mengangkat tangan untuk menanyakan bagaimana masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari sumber daya alam yang ia ingin kumpulkan dari masyarakat. Ia sama sekali mengabaikan pertanyaan saya.” [rd/jm]